News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

DPR Diminta Tidak Bela Calo Gas Bermodal Kertas

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pihak menyayangkan sikap Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika yang lebih membela trader bermodal kertas terkait penerbitan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 37/2015. Kardaya meminta agar trader gas bermodal kertas alias calo gas ini diberi ruang hidup.

Permen 37 tahun 2015 tersebut berisi mengenai ketentuan dan tata cara penetapan alokasi dan pemanfaatan gas bumi. Regulasi tersebut ditentang para trader gas modal kertas lantaran ruang gerak mereka semakin dibatasi.

Irine Handika pakar hukum dan energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta mengatakan, Menteri ESDM Sudirman Said harus konsisten dalam menerapkan aturan, jangan karena tekanan pihak tertentu termasuk Komisi VII yang malah kemudian tiba-tiba mau melakukan revisi.

Jika masih banyak trader gas yang hanya mengandalkan kertas dan lobi, sulit bagi pemerintah untuk melakukan konversi ke gas bumi. Biaya pembangunan infrastruktur gas sangat mahal dan butuh waktu lama untuk mengembalikan modal.

Itu sebabnya, pemerintah harus konsisten dengan aturan yang sudah dibuatnya. "Pemerintah harus konsisten dan menjaga wibawa. Apalagi Permen no 37 tahun 2015 ini baru saja dikeluarkan," tegas Irine saat dihubungi wartawan, Jumat (27/11/2015).

Permen 37 tahun 2015 dikeluarkan Menteri ESDM pada 13 Oktober 2015.

Kata dia, penerbitan Permen No 37/2015 itu sudah sangat baik. Alokasi gas hanya diberikan kepada perusahaan yang memang seharusnya mendapat alokasi gas, bukan kepada trader gas bermodal kertas alias calo gas dan tidak punya infrastruktur.

DPR, kata Irine, tidak bisa begitu saja mengusulkan dan mengubah suatu aturan. Malahan, kata dia, DPR selaku regulator perlu menjelaskan terlebih dahulu tentang makna usaha niaga di Pasal 1 UU Migas.

"Apa sudah pasti bahwa yang dimaksudkan yang perlu diimplementasikan adalah usaha niaga adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk pendukung 'energy security' dan pendukung pembangunan yang berkelanjutan?" tanya Irine.

Nah, jika misi itu yang dimaksud, maka DPR seharusnya mempertanyakan mengapa di PP 36 tentang kegiatan usaha hilir migas mengklasifikasi usaha niaga menjadi 'wholesale' (punya infrastruktur) dan trading (yang tidak punya infrastruktur).

Saat ditanya bahwa Permen 37/2015 tentang ketentuan dan tata cara penetapan alokasi dan pemanfaatan gas tersebut ditentang para trader lantaran ruang gerak mereka semakin dibatasi, ini juga bermula dari sikap pemerintah yang tidak tegas dan justru merugikan mereka yang memiliki fasilitas.

"Karena di PP yang ada pelaku trading tidak wajib bangun fasilitasi, bahkan pemilik fasilitas eksisting harus 'share' kapasitasnya dengan mereka. Ini yang membuat pembangunan fasilitas pipa stagnan, tetapi justru mata rantai usaha niaga jadi tambah panjang. Akibatnya harga semakin mahal dan memperbesar gap WTP ('willingness to pay')," tegasnya.

Untuk itu, ia meminta pemerintah dan DPR juga lebih bersikap tegas terhadap trader yang tidak mau membangun infrastruktur gas. Dan Permen ESDM No 37/2015 soal alokasi gas itu sudah tepat karena menjadi salah satu alat memangkas calo gas.

Pengamat Energi Marwan Batubara juga meminta menteri ESDM tetap konsisten dengan aturan yang telah dibuat. "Aturan di Permen No 37/2015 itu sudah tepat. Mestinya alokasi diberikan kepada BUMN sesuai prinsip penguasaan negara," katanya.

Marwan tegas mengatakan, setiap sektor energi primer termasuk gas bumi harus merujuk pada pasal 33 UUD 1945. Artinya pemanfaatan gas harus digunakan untuk kepentingan rakyat banyak. Dan itu bisa dilakukan melalui BUMN dan BUMD sebagaimana diatur dalam Permen No 37/2015.

Sebelum regulasi ini diterbitkan, kata Marwan, alokasi gas justru melahirkan trader bertingkat yang berujung pada mahalnya harga gas. Karena itu sesuai UUD 45, alokasi gas harus diserahkan kepada BUMN. Setelah itu diterapkan monopoli alamiah.

"Permen ini ingin menghilangkan liberasi di sektor migas. Jangan sampai trader tidak punya fasilitas justru di fasilitasi untuk dapat alokasi gas. Dampak trader gas tanpa infrastruktur itu begitu nyata," tegas Marwan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini