News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Diminta Fokus ke Sektor Perkebunan

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Martam (63), petani tembakau melakukan perawatan tanaman tembakau Kalituri berusia empat bulan di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (9/9/2015). Harga tembakau kering di kawasan ini meningkat dari Rp 50.000 per kilogram menjadi Rp 60.000 per kilogram. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta tidak lagi fokus pada sektor industri ekstraktif, terutama sektor pertambangan, dan malah melupakan daya saing sektor industri perkebunan dan pertanian.

Pengamat ekonomi politik Riza Damanik mengatakan, sektor ekstraktif jelas padat modal karena itu mereka berusaha seminimal mungkin menyerap tenaga kerja. Alhasil, industri ekstraktif susah diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Inilah bedanya dengan sektor perkebunan, misalnya industri hasil tembakau (IHT) yang mampu menyerap hingga 6 juta pekerja langsung dan jutaan orang yang terkait di dalamnya,” jelas Riza, Minggu (29/10/2015).

Data menunjukkan, bila seluruh nilai industri badan usaha milik negara yang sebesar Rp 1.890 triliun, hanya mampu membayar pajak sebesar Rp 160 triliun (8,5 persen). Demikian juga dengan nilai industri farmasi yang sebesar Rp 307 triliun, cuma bayar pajak Rp 3 triliun (0,9 persen). Sedangkan pabrik rokok, dengan nilai industri sebesar Rp 248 triliun, setoran pajak (cukai) mencapai Rp 131 triliun (52,7 persen).

Sementara Freeport, terungkap dalam dengar pendapat dengan DPR beberapa waktu lalu, selama kurun empat tahun belakangan ini, menyetor ke pemerintah berupa pajak, royalti, dan dividen sebesar Rp 487 triliun. Atau hanya sebesar Rp 122 triliun per tahun.

“Inilah ironisnya. IHT mampu bayar cukai Rp 131 triliun dan kalau digabung dengan pajak-pajak lainnya, bisa mencapai Rp 200 triliun. Sementara Freeport hanya Rp 122 triliun per tahun. Itu pun kalau dibandingkan kerusakan alam yang terjadi akibat penambangan, tentu tidak sebanding,” kritiknya.

Riza menambahkan, kontribusi pertambangan terhadap pendapatan daerah di wilayah timur juga secuil sementara keuntungan perusahaan lebih banyak dibawa ke luar negeri ketimbang diinvestasikan kembali di Indonesia. Sementara di sektor perkebunan, perikanan, dan pertanian itu adalah sektor ekonomi berkelanjutan, melibatkan jutaan orang, dan lebih menciptakan pemerataan ekonomi.

Dengan data kontribusi besar dari sektor IHT, Riza menegaskan, pemerintah jangan lagi melulu mengedepankan industri ekstraktif seperti Freeport. “Freeport hanya memperparah ketimpangan ekonomi, terutama di Papua. Dan Freeport justru melanggengkan hal itu,” imbuhnya.

Ia mengingatkan, orientasi ekonomi pemerintah harus menyasar hajat hidup orang banyak dan berbasis ekonomi berkelanjutan bukan semata kepentingan lima tahunan. Kemudian, setiap kebijakan regulasi yang dikeluarkan pemerintah seperti kebijakan cukai harus selalu memperhatikan kemampuan dan daya dukung industri dan tidak boleh semata mengedepankan kepentingan jangka pendek.

"Juga harus ada perombakan di sektor perbankan. Mobilisasi finansial perbankan melulu ke sektor ekstraktif. Ini harus ubah ke sektor perkebunan, peternakan, dan UMKM karena para krediturnya tidak akan kabur ke Singapura," tandas Riza. (Yudho Winarto/Kontan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini