Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sylke Febrina Laucereno
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten untuk membangun sebuah Bank Pembangunan Daerah (BPD Banten) terancam batal.
Pasalnya, Selasa lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dua anggota DPRD dan satu Direktur utama Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMD), dengan dugaan penyuapan anggota DPRD untuk memuluskan rencana pembentukan bank dengan memudahkan pengesahan rencana anggaran dan pendapatan belanja daerah (R-APBD) 2016 yang mencapai Rp 8,9 triliun.
Memang, provinsi ini ingin menghidupkan kembali Bank Banten. Dalam rencana Gubernur Banten, Bank akan dibentuk dengan menggunakan dana dari APBD 2016.
Dalam kajiannya Pemprov Banten menyiapkan sekitar Rp 950 miliar dari APBD dan masuk ke dalam program rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Banten 2012 hingga 2017.
Pemprov menginginkan, terbentuknya Bank Banten akan dijadikan tempat menyimpan dana APBD Provinsi, Kabupaten dan Kota di Banten. Selain itu, Pemprov melalui BGD juga bertujuan untuk memindahkan rekening tabungan pegawai negeri sipil (PNS) se Banten ke Bank Banten.
Sekedar informasi, pada 1950 Bank Banten pernah berdiri di Kabupaten Pandeglang. Ada sebuah bangunan bersejarah bergaya art deco yang dirobohkan oleh Pemerintah Kabupaten Pandeglang pada 1997.
Bank Banten pernah menjadi penggerak roda perekonomian masyarakat Pandeglang dan di wilayah Karesidenan Banten. Saat ini Bank Banten hanya menjadi sebuah nama jalan dekat alun-alun Kabupaten Pandeglang.
Saat ini Pemprov Banten memiliki sekitar 5,73 persen sementara Pemerintah Kota 7,76 persen saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB).
Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat menyebutkan, Pemprov Banten akan membidik PT Bank Pundi Tbk (Bank Pundi) untuk diakuisisi.
"Pendekatan bank masih proses, belum final, idenya Banten ingin punya BPD sendiri kan mereka sudah Provinsi," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon.
Namun, Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi menyimpulkan gelar perkara ketiga orang yang ditangkap yakni RT, TSS, SMH ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Johan, TS diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, SMH diduga diduga melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara RT sebagai pemberi diduga melanggar Ppasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
"RT diduga sebagai pemberi sementara TSS dan SMH sebagai penerima berkaitan dengan memuluskan pengesahan RAPBD 2016 dimana di dalamnya tercantum ada berkaitan dengan pembentukan Bank Daerah Banten," ungkap Johan.
Penetapan ketiganya sebagai tersangka menyusul penangkapan ketiganya saat sedang bertransaksi di daerah Serpong, Tangerang. Saat menangkap ketiganya, penyidik berhasil menyita uang yang diduga suap dalam bentuk dolar AS sebesar 11.000 dan dalam bentuk rupiah sebesar Rp 60 juta berada di tangan TSS dan SMH.