TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Resources Studies (IRESS) mendesak pemerintah untuk segera membeli saham PT Freeport Indonesia pada saat ini, tanpa melalui penawaran umum perdana (initial public offring/IPO) saham.
Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara menghitung, dana yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membeli saham Freeport sebesar 10,64 persen yaitu sekitar 2 miliar dolar AS atau Rp 26 triliun (kurs Rp 13.000).
"Sekarang harganya 7,84 dolar AS per share (Rp 100.920 per saham). Pada 2012 harganya pernah 60 dolar AS per share. Jadi sekarang sudah sangat rendah, jadi kalau sekitar 10 persen (saham Freeport), itu sekitar 2 miliar dolar AS," tutur Marwan dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (4/12/2015).
Untuk membeli saham Freeport, kata Marwan, pemerintah tidak perlu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau anggaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi dapat memanfaatkan uang ganti rugi atas kerusakan lingkungan yang disebabkan Freeport.
"Kerusakan lingkungan akibat tambang Freeport diganti dalam bentuk pembayaran ganti rugi sebesar 5 miliar dolar AS, ini pernah dibahas dan disetujui melalui pemerintahan Gundur yang negosiatornya ada Rizal Ramli (dulu Menko Perekonomian). Sehingga uang itu bisa dipakai untuk membeli saham," tutur Marwan.
Selain itu, Marwan pun mengimbau kepada pemerintah daerah Papua agar tidak berjalan sendiri yang kemudian mengundang investor asing untuk bekerjasama dalam membeli saham Freeport.
"Jangan menyatakan kalau pusat tidak mau (beli saham Freeport), kami siap dan kami cari investor dan itu datangnya nanti bisa dari Tiongkok," ucapnya.