TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekspor kayu dari hutan di Indonesia ternyata masih banyak dilakukan dari kegiatan ilegal lodging (penebangan ilegal). Hal itu membuat banyak negara yang menolak kayu dari dalam negeri.
Deputi Menteri Perekonomian Bidang Perniagaan dan Industri, Edy Putra Irawady memaparkan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) harus ditinjau kembali. Karena sertifikat tersebut tidak menjamin apakah kayu tersebut diambil dari penebangan liar atau bukan.
"Barangnya (kayu) itu harus halal toyiban itu paling penting," ujar Edy dalam diskusi bertajuk "Tantangan Era Standarisasi dalam Mendorong Ekspor Industri Hasil Hutan" di Jakarta, Senin (7/3/2016).
Edy memaparkan meski sudah memiliki sertifikasi tapi masih belum cukup memenuhi standard baku dunia internasional. Birokrasi dalam hal ini pemerintah menurut Edy, harus bisa memeriksa apakah kayu yang akan diekspor sudah mengikuti standar atau belum.
"Tantangan kita, pelayanan publik kita tidak terstandar," kata Edy.
Edy menambahkan SVLK saat ini masih sering dipermainkan oleh para pelaku ekspor kayu. Pasalnya banyak izin sertifikat yang bisa dibuat, namun merugikan negara dengan penebangan liar.
"Yang perlu diingat, jangan duplikasi perizinan, agar tidak melemahkan daya saing ekspor kita," tegas Edy.