TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Melalui surat yang ditandatanganinya langsung hari ini, Senin (14/3/2016), Menteri Perhubungan Ignasius Jonan resmi meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) agar segera melarang pengoperasian kedua aplikasi tersebut di Indonesia.
Dalam suratnya, Jonan menyatakan telah menemukan sejumlah permasalahan akibat Grab Car dan Uber. Apalagi, dua aplikasi tersebut milik negara asing sehingga berpotensi membahayakan negara dari segi keamanan data pribadi.
Menurut Jonan, setidaknya ada lima pelanggaran regulasi yang dilakukan oleh Taksi Uber dan Grab Car dalam operasi bisnisnya di Indonesia.
Apa sajakah itu?
Pertama, Pelanggaran terhadap pasal 138 ayat 4 Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal di UU ini menyatakan, angkutan umum dan atau angkutan barang hanya dilakukan dengan kendaraan bermotor umum.
Kedua, pelanggaran terhadap pasal 139 ayat 4 UU Nomor 22 tahun 2009. Pasal ini secara eksplisit menyebutkan, penyediaan jasa angkutan umum hanya bisa dilaksanakan oleh badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, pelanggaran terhadap pasal 173 ayat 1 tentang Angkutan Jalan. Pasal tersebut menyatakan, perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan dan/atau barang wajib memiliki izin penyelenggaraan angkutan.
Keempat, pelanggaran terhadap pasal 5 ayat 2 UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal ini menyatakan penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia.
Kelima, pelanggaran terhadap Keputusan Presiden RI Nomor 90 Tahun 2000 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA) dan Surat Keputusan Kepala BKPM Nomor 22 Tahun 2001.
Mengacu pada regulasi tersebut, Uber sebagai KPPA tidak diperkenankan melakukan kegiatan komersial, termasuk transasi jual/beli barang dan jasa di Indonesia.