Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Abetnego Tarigan menegaskan bahwa pemerintah belum sama sekali menjalankan perintah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang secara tegas menyatakan bahwa praktek privatisasi air bertentangan dengan konstitusi.
"Pemerintah harus lebih mengutamakan pemenuhan air bersih ke rumah-rumah dan pertanian secara gratis atau cuma-cuma," jelasnya di Jakarta, Minggu (20/3/2016).
Dia menjelaskan bahwa selama ini pemerintah membuka ruang untuk privatisasi air oleh perusahaan dengan dikeluarkannya Permen PUPR No 50/PRT/M/2015 tentang izin penggunaan sumber daya air dan untuk penguasaan sumber daya air oleh investasi sebagaimana tercantum dalam pasal 21 ayat 3 dan 4 peraturan itu.
"KemenPUPR masih berpikir untuk memasukkan investasi swasta dalam penggunaan sumber daya air. Misalnya, kemudahan proses perizinan dan durasi waktu penguasaan yang diberikan," jelas Abetnego.
Jika investasi besar tersebut menggunakan hitungan keuangan hingga kembalinya modal investasi selama 50 tahun, maka selama itu juga penguasaan sumber daya air akan dikuasai investor. Apalagi, kemudahan perpanjangan izin.
"Aturan ini bukti bahwa pemerintah abai terhadap hak-hak rakyat yang mendapatkan sumber daya air secara adil dan merata sebagai hak dasar yang dilindungi konstitusi," tambahnya.