TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Bank Indonesia (BI) dikabarkan akan mengganti perhitungan suku bunga acuan BI rate saat ini. Sejumlah pihak yang mendengar kabar ini bilang, dasar perhitungan baru nanti akan mengacu pada bunga reverse repurchase agreement (reverse repo) tujuh hari.
Nantinya instrumen kebijakan moneter BI itu akan dinamakan BI rate seven day reverse repo. Diharapkan perubahan instrumen acuan suku bunga ini bisa lebih mengefektifkan transmisi kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).
Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, selama ini disparitas suku bunga antara bunga spesial deposito, pasar uang antar bank (PUAB) dan lending facility BI terpaut cukup lebar. Hal ini lantaran belum maksimalnya pendalaman pasar.
Acuan baru ini diharapkan bisa membuat efektif kebijakan moneter BI atas suku bunga perbankan. “Diharapkan nantinya jika pasar sudah efisien, jarak antara PUAB dan spesial rate deposito tidak terlalu jauh,” ujar pria yang akrab disapa Tiko itu, Rabu (13/4).
Kata dia, BI rate seven day reverse repo ini akan benar-benar mencerminkan transaksi riil di pasar. Sebagai gambaran, ada beberapa negara yang memakai sistem bunga acuan model ini, semisal Korea Selatan dan Swedia. Dengan memakai perhitungan baru, diharapkan suku bunga semalam alias overnight juga bisa terkontrol.
Panji Irawan, Direktur Tresuri Bank Negara Indonesia (BNI) menyatakan, aturan baru itu diharapkan mampu menggunting suku bunga kredit bank. Maklum, bunga reverse repo sebesar 5,5 persen, lebih rendah dari BI rate yang di level 6,75 persen.
“Ini menunjang program penurunan suku bunga kredit ke single digit,” kata Panji. Panji mengatakan, acuan perhitungan suku bunga acuan BI itu rencananya akan mulai efektif berlaku 1 Agustus 2016. Diharapkan Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) bisa bersinergi membahas penyesuaiannya.
“Apakah desain LPS rate akan disesuaikan atau tidak, memang wewenang LPS. Namun harus ada koordinasi antar lembaga,” ujar Panji.
Reporter: Galvan Yudistira