TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Selain mengusulkan obligasi BUMN infrastruktur dapat dihitung setara dengan investasi surat utang negara (SUN), industri asuransi juga meminta insentif pajak ke pemerintah.
Tak tanggung-tanggung, insentif pajak yang diminta berupa pajak 0 persen untuk hasil investasi di SUN.
Pajak 0 persen diharapkan dapat menambal imbal hasil atau yield yang rendah dari SUN yang dibeli.
Permintaan ini sebagai ekses dari kewajiban investasi di SUN minimal sebesar 20 persen dari total dana investasi pada tahun ini.
Kewajiban itu menyulitkan industri asuransi mengingat suplai SUN yang terbatas. Belum lagi, harganya di pasar yang tinggi dan terkena pajak pula.
Terlebih, pada tahun depan kewajiban itu meningkat menjadi minimal 30 persen dari total investasi.
"Kami orientasi bisnis dan memang mencari cuan. Jadi kami minta dukungan dari pemerintah soal pajak," ujar Togar Pasaribu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).
AAJI telah membawa usulan ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Kementerian BUMN pada pekan ini. Jika kedua lembaga itu setuju, selanjutnya akan dibawa ke Kementerian Keuangan.
Yield rendah
Hendrisman Rahim, Direktur Utama Asuransi Jiwasraya mengatakan, insentif pajak dapat menjadi jalan keluar bagi industri asuransi yang saat ini kesulitan memperoleh yield tinggi di pasar.
Disisi lain, kinerja perusahaan asuransi dapat terdorong jika yield yang didapat tinggi.
Otomatis saat kinerja perusahaan baik, penetrasi asuransi terhadap jumlah penduduk Indonesia yang saat ini baru 4 persen bisa bertambah.
Hari Setianto, Direktur Keuangan dan Investasi PT Asabri mengeluhkan, yield SUN saat ini di bawah 7 persen. Idealnya imbal hasil SUN bisa mencapai 10 persen.
Selain yield yang lebih rendah, sulit untuk mendapatkan SUN di pasar karena harus bersaing dengan investor asing dan korporasi lain yang memburu SUN.