TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG- PT Patra Jasa berhasrat meningkatkan sumber pendapatan berulang alias recurring income. Perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki PT Pertamina Patra Niaga ini berencana membangun hotel di Cirebon, Jawa Barat.
Patra Jasa memilih Kota Cirebon karena ingin memanfaatkan akses jalan tol Cikopo–Palimanan (Cipali).
"Kami akan melakukan groundbreaking hotel di Cirebon akhir Juli atau awal Agustus 2016," kata Muhamad Haryo Yunianto, Direktur Utama PT Patra Jasa, Sabtu (23/4).
Nilai investasi pembangunan hotel Cirebon sebesar Rp 110 miliar. Iaya investasi tersebut masuk oi alokasi dana belanja modal tahun ini senilai total Rp 220 miliar.
Selain membangun hotel baru, Patra Jasa menempuh dua strategi untuk mempercantik bisnis hospitality.
Pertama, Patra Jasa melakukan pencitraan ulang alias rebranding. Mereka ingin, merek hotel Patra Jasa lebih dikenal agar tak cuma dikenal sebagai hotel milik Pertamina.
Saat ini Patra Jasa telah mengoperasikan tujuh hotel. Beberapa di antaranya di Bali, Semarang, Bandung dan Medan. Hotel-hotel itu kebanyakan mengincar pasar meeting, incentive, conference and exhibition (MICE).
Realitanya, tingkat keterisian alias okupansi hotel Patra Jasa saat ini baru 60 persen. Perusahaan menginginkan tingkat okupansi naik menjadi 75 persen.
Kedua, Patra Jasa ingin memperbaiki aset-aset tak optimal tapi berpotensi mendatangkan pendapatan. "Aset kami ada 21 yang belum dikembangkan secara maksimal," ungkap Haryo.
Salah satu rencana yang sudah ada dalam benak Patra Jasa yakni merombak aset di Bali. Perusahaan tersebut akan menggandeng PT Angkasa Pura II. Saat ini, belum ketahuan detail rencana pengembangannya.
Asal tahu saja, hotel merupakan salah satu sumber pendapatan Patra Jasa. Mereka juga memiliki memiliki menara perkantoran dan residensial.
Hingga lima tahun ke depan, Patra Jasa mengaku akan fokus mengembangkan bisnis perhotelan lebih dulu.
Patra Jasa berharap bisa mengantongi pertumbuhan pendapatan 20 persen hingga akhir 2016 nanti. Sepanjang 2015, mereka mencatatkan pendapatan Rp 40 miliar - Rp 50 miliar.
Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri