Perusahaan ride sharing Go-Jek kini sedang berdiskusi dengan calon investor baru. Mereka mengaku membutuhkan tambahan dana, seiring dengan besarnya subsidi yang dikeluarkan untuk membuat tarif tetap murah.
Saat ini, Go-Jek memiliki armada sekitar 200.000 orang pengemudi ojek. Perusahaan tersebut bersaing keras dengan Grab dan Uber demi menguasai pangsa pasar di Indonesia.
Kendati demikian, Go-Jek tak bisa terus-terusan "membakar" uang alias memberi subsidi agar tarif mereka bisa murah.
“Kalau terus begitu (memberi subsidi), akhirnya Anda akan kehabisan uang,” ujar pendiri sekaligus CEO Gojek Nadiem Makarim, sebagaimana dilansir Reuters, Senin (2/5/2016).
Pria lulusan Harvard Business School itu menambahkan, salah satu solusi masalah tersebut adalah mencari dana tambahan dari para investor. Setelah mendapatkannya, dia akan memakai dana itu untuk mengembangkan lini bisnis.
Menurut Nadiem, sudah ada sejumlah perusahaan modal ventura dan perusahaan investasi yang menaruh minat. Perusahaan-perusahaan tersebut tertarik pada Go-Jek karena ukuran dan potensi yang dimilikinya.
Nadiem tak mengungkap perusahaan mana saja yang kini sedang berdiskusi membicarakan investasi baru itu.
Sekadar diketahui, kehadiran Go-Jek dan layanan transportasi berbasis aplikasi lain memicu banyak kontroversi. Bahkan pada Maret lalu ribuan pengemudi taksi melakukan unjuk rasa dan meminta sebagian dari aplikasi ride sharing ditutup.
Namun sebesar-besarnya unjuk rasa tersebut tak akan membuat Nadiem sakit kepala. Setidaknya, fokus pemikiran pendiri Go-Jek itu bukan pada masalah tersebut.
“Buat saya, masalah dan tantangan terbesar saat ini adalah menghitung skala hal ini. Hal yang paling sulit adalah soal teknologi, sebab pemikiran mengenai teknologilah yang membuat saya jadi susah tidur,” katanya.
Penulis: Yoga Hastyadi l Sumber: Reuters