TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Indonesia menyimpan banyak potensi panas bumi (geothermal) yang tersebar di berbagai wilayah. Sayangnya, potensi tersebut belum dikembangkan optimal.
Menurut Senior Vice President, Policy, Government and Public Affairs PT Chevron Indonesia Yanto Sianipar, masalah utama pengembangan panas bumi di Indonesia adalah perizinan kawasan hutan dan harga.
Harga panas bumi dengan PLN ini paling susah untuk mendapatkan kesepakatan," kata Yanto di Jakarta, Kamis (5/5/2016).
Proses negosiasi harga yang panjang, kata Yanto membuat pengembangan panas bumi menjadi lambat. Selain permasalahan harga, pengembangan geothermal juga terhambat perizinan kawasan hutan.
"Biasanya panas bumi itu ada di hutan, dan sulit sekali untuk mendapatkan izin kehutanan," ungkap Yanto.
Kendala ini, menurut Yanto, tidak hanya dikeluhkan oleh Chevron Indonesia. "Saya pikir banyak (yang mengeluhkan), enggak cuma kita saja. Pertamina saya yakin juga," katanya.
Informasi saja, saat ini Chevron Indonesia mengembangkan panas bumi di dua blok yaitu di Darajat, Jawa Barat, serta di Gunung Salak.
Chevron juga tengah melakukan eksplorasi di dua tempat yaitu di Sekincau, Lampung, serta di Geudong, Aceh.
Penulis: Suryowati