TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM menyayangkan peran koperasi saat ini tidak terlalu banyak membantu petani. Hal itu membuat banyak produksi pangan dibeli oleh tengkulak yang bisa mempermainkan harga seenaknya.
Deputi bidang Produksi dan Pemasaran I Wayan Dipta membandingkan di zaman Presiden Soeharto tidak ada lonjakan harga pangan. Pasalnya koperasi pasar dioptimalkan fungsinya untuk menyerap hasil produksi petani.
"Dulu zaman pak Harto dengan difungsikannya koperasi tidak ada terjadi lonjkan harga seperti ini," ujar Wayan, di kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Senin (30/5/2016).
Wayan memaparkan jika koperasi mendapat penugasan seperti era Orde Baru, maka semua hasil olahan petani bisa ditampung dengan baik tanpa harus jatuh ke tangan tengkulak. Hal itu sejalan dengan mekanisme pasar akan permintaan dan suplai barang.
"Karena suplai dan demandnya jadi jelas," kata Wayan.
Wayan memaparkan saat ini petani menjual beras Rp 14 ribu per kilogram. Jika ditampung koperasi petani, harga akan naik menjadi Rp 22 ribu akibat ongkos transportasi dan jasa.
"Nah itu nanti dibeli kepada koperasi pasar dan dijual Rp 24 sampai 25 ribu per kg itu harapan kita. Tetaplah kita maintenace marginnya nggak lebih dari Rp 2.000," kata Wayan.
Melalui kerjasama antara Kementerian Koperasi dan UKM bersama Kementerian Pertanian, diharapkan harga pangan bisa turun. Karena 30 koperasi di wilayah Jabodetabek akan menyerap hasil produksi petani di 12 wilayah.
"Dari petani ke gapoktan kemudian diambil oleh pihak swasta bekerjasama dengan koperasi pasar sehinga rantainya pendek," papar Wayan.