News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

BPK: Laporan Keuangan Pemerintah Tahun 2015 Bermasalah

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua KPK Agus Rahardjo dan Ketua BPK Harry Azhar Aziz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2015.

BPK menemukan enam permasalahan yang ditemukan BPK dalam pemeriksaan LKPP yang menjadi pengecualian atas kewajaran tersebut.

Ketua BPK, Harry Azhar Azis mengatakan, atas ditemukannya enam permasalahan tersebut pemerintah perlu mengambil langkah-langkah perbaikan agar tahun depan permasalahan yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan semakin berkurang dan tidak menjadi temuan berulang.

BPK juga berharap, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat membantu tindak lanjut dari laporan hasil pemeriksaan LKPP oleh pemerintah.

"Sehingga tidak ada masalah yang sama pada tahun berikutnya dan kualitas LKPP dapat terus ditingkatkan oleh pemerintah," kata Harry, Kamis (2/6/2016).

Adapun enam poin yang masih menjadi catatan dalam LKPP itu adalah, Pertama, ketidakpastian nilai penyertaan Modal Negara pada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Kedua, penetapan harga jual eceran minyak solar bersubsidi yang lebih tinggi dari harga dasar termasuk pajak dikurangi subdisi tetap.

Ini membenani konsumen dan menguntungkan badan usaha sebesar Rp 3,19 triliun.

Ketiga, piutang bukan pajak pada kejaksaan sebesar Rp 1,82 triliun dari uang pengganti perkara tindak pidana korupsi dan pada kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebesar Rp 33,94 miliar dan US$ 206,87 juta dari iuran tetap, royalti dan penjualan hasil tambang (PHT).

Angka tersebut menurut BPK tidak didukung dokumen dumber yang memadai. Serta sebesar Rp 101,34 miliar tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar.

Keempat, persediaan pada kementerian pertahanan sebesar Rp 2,49 triliun belum sepenuhnya didukung penatausahaan, pencatatan, konsolidasi dan rekonsiliasi barang milik negara yang memadai.

Selain itu BPK juga menemukan data persediaan untuk diserahkan ke masyarakat pada kementerian pertanian sebesar Rp 2,33 triliun belum dapat dijelaskan status penyerahannya.

Kelima, pencatatan dan penyajian catatan dan fisik saldo anggaran lebih (SAL) tidak akurat sehingga BBPK tidak dapat menyakini kewajaran transaksi atau salto terkait SAL sebesar Rp 6,60 triliun.

Keenam, Koreksi langsung mengurangi ekuitas sebesar Rp 96,53 triliun dan transaksi antar entitas sebesar Rp 53,34 triliun tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.

Hasil pemeriksaan BPK pada LKPP tahun 2015 juga mengungkapkan beberapa permasalahan yakni penerapan standar akutansi pemerintah berbasis akrual belum didukung dengan kebijakan akutansi.

Permasalahan penatausahaan pajak seperti piutang pajak macet sebesar Rp 38,22 triliun belum dilakukan tindakan penagihan yang memadai.

Pemerintah belum menyelesaikan permasalahan inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan pajak penghasilan minyak dan gas bumi.

DJP belum menagih sanksi administrasi berupa bunga dan denda sebesar Rp 8,44 triliun.

Jumlah kementerian lembaga (KL) yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualisan sebanyak 56 KL.

Sebanyak 26 KL memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP) dan empat KL tidak memberikan pendapat (TMP).

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sangat menghargai laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK tersebut dan berharap untuk dapat segera ditindak lanjuti oleh masing-masing komisi terkait di DPR.

"Kami berharap hasil pemeriksaan BPK dapat menjadi masukan dari masing-masing komisi untuk selanjutnya dapat ditindak lanjuti," kata Taufik.

Penulis: Handoyo

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini