News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

GAS BUMI

Efek Brexit, Investor Pasar Modal Rugi Rp 2 Triliun Lebih

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK- Hasil referendum Inggris yang memutuskan hengkang dari Uni Eropa alias British Exit (Brexit) membuat pasar saham dunia rontok. Investor pasar modal pun merugi besar lantaran hasil referendum tak sesuai prediksi pasar.

Jumat pekan lalu (24/6/2016), saat hasil referendum Inggris diumumkan, investor pasar saham global merugi hingga US$ 2,08 triliun. Ini akibat anjloknya bursa saham.

Kerugian tersebut menjadi yang terburuk setelah efek kebangkrutan Lehman Brother pada krisis keuangan tahun 2008. Bahkan, menurut Standard & Poor Dow Jones Indeks, nilai kerugian tersebut juga paling buruk dibanding Black Monday pasar saham yang terjadi pada 1987.

Pasar saham global tergelincir menyusul hasil referendum yang tak terduga, Kamis (23/6/2016) lalu.

Sebanyak 52 persen warga Inggris memilih Brexit dan sisanya memilih tetap menjadi bagian Uni Eropa.

Pasar saham di Eropa terkena efek terburuk dengan penurunan indeks lebih dari 12%. Ini juga menjadi penurunan terbesar yang pernah terjadi.

Beberapa bursa yang anjlok diantaranya pasar saham Milan dan Madrid. Pasar saham Inggris juga anjlok 9%.

Di Asia, bursa Nikkei juga turun 7,9% terbawa penurunan Wall Street sebesar 3,6%.

Mohit Bajaj, Direktur Solusi Perdagangan ETF di WallachBeth Capital LLC di New York mengatakan, aksi jual yang dilakukan akhir pekan lalu karena investor salah baca hasil referendum.

"Kami tahu bahwa kami sulit untuk menjual dan orang-orang juga terkejut," kata dia.

Salah prediksi

Kerugian pasar saham di akhir pekan lalu menyalip rekor sebelumnya yakni pada 29 September 2008. Pada hari itu, pasar saham global kehilangan US$ 1,94 triliun.

Kala itu, hari ketika Kongres Amerika Serikat (AS) menolak paket dana talangan alias bailout US$ 700 miliar untuk Wall Street selama krisis keuangan.

Kerugian tersebut dihitung menggunakan S&P Global Market Indeks yang mencakup pasar ekuitas di 47 negara.

Analis Indeks Senior Standard & Poor Dow Jones Indeks Howard Sliverblatt mengatakan, saat itu hitungan kerugian dihitung juga berdasarkan penurunan mata uang dollar AS.

Karena itu hitungan kerugian lebih besar jika dibandingkan periode krisis keuangan terutama saat krisis 1980-an.

 
Reporter: Avanty Nurdiana

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini