TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Efek hari raya Idul Fitri yang jatuh pada pekan pertama Juli 2016, membuat sejumlah harga komoditas bahan pangan mengalami tekanan. Hal ini menyebabkan bulan lalu menjadi puncak inflasi pada tahun ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan inflasi Juli pada hari ini, Senin (1/8/2016)
Sejumlah ekonom memperkirakan, inflasi Juli 2016 lebih tinggi dari inflasi Juni 2016 yang sebesar 0,66%. Namun, masih berada di bawah angka 1%.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksi, inflasi bulanan Juli 2016 sebesar 0,87%. Sementara inflasi tahunan Juli 2016 sekitar 3,39%.
Ia menjelaskan, pendorong inflasi bulan lalu, yaitu kenaikan harga komoditas pangan seiring dengan perayaan Idul Fitri.
Beberapa komditas pangan yang menyumbang inflasi bulan lalu, antara lain daging ayam dengan inflasi 3,2%, cabai merah keriting 4,3%, dan bawang merah 13,3%.
Sementara, harga beras cenderung turun sekitar 0,3%.
Tak hanya itu, inflasi Juli juga didorong oleh kenaikan tarif transportasi seiring dengan libur lebaran.
"Selain itu, kenaikan tarif dasar listrik pada bulan juni sebesar 0,8% juga turut mendorong inflasi," kata Josua, Sabtu (30/7/2016).
Ia juga melihat, kondisi daya beli masyarakat cenderung meningkat khususnya pada bulan Idul Fitri, gaji ke-13 dan ke-14 untuk pegawai negeri sipil (PNS) dan dan tunjangan hari raya (THR).
Hal tersebut terkonfirmasi oleh tren meningkatnya penjualan ritel, indeks kepercayaan konsumen dalam dua bulan terakhir, dan ekspektasi inflasi inti yang meningkat menjadi 3,57% year on year (YoY) dari bulan sebelumnya 3,49% YoY.
Hingga akhir tahun, Josua memproyeksi inflasi akhir tahun akan ada di kisaran 4%, dengan asumsi pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan ekspektasi terkendali harga jelang Natal dan akhir tahun.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memproyeksi, inflasi bulanan Juli 2016 sebesar 0,98% dengan inflasi tahunan sebesar 3,5%.
Dia juga memproyeksi, inflasi akhir tahun ini akan berada di kisaran 4,1%.