“Tidak harus sama 100 persen, karena karakteristik di sini berbeda dengan di dua negara tersebut. Di Indonesia sudah terlalu banyak BUMN, jadi prosesnya agak lebih sulit. Tapi pembentukan holding ini mendesak bagi upaya memperbaiki kinerja BUMN,” kata Fahmi.
Terkait siapa pihak yang diberi tanggung jawab mengendalikan sejumlah super holding BUMN setelah terbentuknya nanti, Fahmi menyatakan, di Singapura dan Malaysia pengelolannya di bawah kendali Perdana Menteri (PM).
"Di Indonesia cukup di bawah menteri BUMN atau dipimpin dirut dari salah satu super holding yang jabatannya bisa setingkat menteri," usulnya.
Komisi VI DPR sebelumnya memperingatkan Menteri BUMN Rini Soemarno agar tidak gegabah membentuk enam holding BUMN b aru tanpa persetujuan DPR.
Komisi VI khawatir akan muncul masalah besar di kemudian hari jika langkah itu dipaksakan.
Kementerian BUMN sendiri saat ini membuat road map pembentukan super holding.
Enam sektor holding yang sedang digarap adalah BUMN di sektor migas, tambang, keuangan, jalan tol, perumahan serta konstruksi.
Holding BUMN akan menjadi integrasi beberapa BUMN dengan usaha sejenis, dengan BUMN yang paling kuat bisnisnya berpeluang menjadi pengelola.
Tujuan pembentukan holding BUMN agar sejumlah BUMN yang selama ini kerap merugi bisa dikelola lebih efisien dan profesional oleh BUMN yang kuat agar tidak terus-menerus membebani keuangan negara atau APBN.
Menurut Wakil Ketua Komisi VI Azam Asman Natawijaya di Gedung DPR Jakarta, Kamis (20/10/2016), mengatakan hingga saat ini, pihaknya belum pernah diajak bicara tentang rencana pembentukan enam holding BUMN oleh Kementerian BUMN.
Info rencana pembentukan holding BUMN pun baru didapatkan dari media.