TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Belum tuntas perjalanan bisnis tahun ini, PT Kino Indonesia Tbk sudah percaya diri menargetkan pertumbuhan penjualan 8% tahun depan.
Guna mencapai target, mereka memasang strategi menambah varian produk dan perluasan pasar ekspor.
Varian produk baru Kino Indonesia tahun depan beragam, mulai dari produk kategori personal care hingga farmasi.
Dalam kategori personal care atawa perawatan tubuh, mereka akan membikin varian produk Ellips Cuticle Serum, Ellips Dry Shampoo, Sleek Baby Diaper Cream, Foamy Body Wash, dan Resik V Whitening Series.
Lalu, pada kategori farmasi, Kino Indonesia berencana memproduksi jamu untuk asam urat dan kolesterol.
Perusahaan berkode saham KINO di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut akan merealisasikannya pada Mei 2017.
Mengintip situs resmi Kino Indonesia, Cap Kaki Tiga adalah adalah satu-satunya merek produk yang masuk kategori farmasi.
Produk itu hadir dalam wujud balsem, obat batuk, obat kurap, salep kulit dan puyer sakit kepala.
Mengingatkan saja, Kino Indonesia pernah kesangkut sengketa merek Cap Kaki Tiga.
Kasus bermula dari aksi warga negara Inggris, Russel Vince yang mengajukan gugatan pembatalan merek di PN Jakpus pada Oktober 2012 karena logo cap kaki tiga dianggap meniru lambang Isle of Man.
Singkat cerita, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (HKI) menghapus merek Cap Kaki Tiga sejak 2 September 2016.
Namun dengan alasan masih memegang lisensi resmi dari Wen Ken Drugs Pte. Ltd., pemilik merek Cap Kaki Tiga dari Singapura, Kino Indonesia tetap menjual produk tersebut.
Demi mendukung penambahan produk tahun 2017, Kino Indonesia menyiapkan dana Rp 80 miliar untuk belanja mesin produksi.
"Awalnya kami akan keluarkan belanja modal Rp 150 miliar, tapi kami revisi menjadi Rp 80 miliar untuk tahun depan," ungkap Peter Chayson, Direktur PT Kino Indonesia Tbk kepada KONTAN, Sabtu (27/11/2016).
Sementara rencana perluasan ekspor Kino Indonesia yakni ke Amerika Serikat. Perusahaan itu akan menjajakan permen di sana.
Namun, Kino Indonesia belum berharap banyak dari kontribusi ekspor Negeri Paman Sam.
Maklum, kontribusi total penjualan ekspor mereka juga masih mini, yaitu 4%. Pasar ekspor yang sudah tergarap ke Asia Tenggara.
Iklan dan promosi Sementara hingga akhir tahun 2016, Kino Indonesia masih mengejar target penjualan Rp 3,6 triliun.
Hingga kuartal III 2016, mereka sudah mencatatkan penjualan Rp 2,7 triliun. Dus, masih ada kekurangan target sebesar Rp 900 miliar pada triwulan terakhir tahun ini.
Kino Indonesia yakin, strategi iklan dan promosi sepanjang tahun ini bakal jitu mengerek penjualan. Apalagi, anggaran iklan dan promosi tahun ini lebih besar.
"Tahun sebelumnya kami meningkatkan biaya tersebut hingga 14% tapi di tahun ini kami tingkatkan kembali sekitar 16%-17% untuk belanja iklan dan promosi," terang Peter.
Total alokasi capital expenditure (capex) alias dana belanja modal tahun ini sebesar Rp 250 miliar. Hingga Agustus, sebagian besar serapan capex untuk membeli tanah, mesin dan kebutuhan lain.
Selain meningkatkan belanja iklan dan promosi, Kino Indonesia juga melakukan efisiensi biaya.
Misalnya, mengurangi pengeluaran sales and marketing untuk menekan beban umum and beban administrasi. Pengurangan biaya itu pula yang kemudian dialihkan ke anggaran iklan dan promosi.
Reporter: Umi Kulsum