TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan pengusaha menolak keras masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) di daftar program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2017 Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pihaknya sangat menentang aturan ini dan mengharapkan DPR membatalkannya.
"Kami akan mati-matian menentang habis (RUU tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan), itu akan menjadi beban pajak baru bagi pengusaha," kata Hariyadi, pekan lalu.
Menurut Hariyadi, selama ini CSR sifatnya adalah sukarela dan tidak wajib. Skema yang ada, CSR diberikan setelah perusahaan mencapai titik keuntungan dan membayar semua kewajiban-kewajibannya.
Bahkan, di negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat (AS) Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ini sifatnya tidak mandatori. Apalagi bila dalam perhitungan, dana Tanggung Jawab Sosial yang harus dikeluarkan perusahaan ditentukan oleh besaran persentase tertentu, hal tersebut dinilai sangat memberatkan.
Senada dengan Hariyadi, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, CSR perusahaan jangan menjadi sebuah mandatori apalagi dengan besaran persentase. "Jangan menjadi beban tambahan kepada perusahaan karena beban sudah cukup banyak," kata Rosan.
Rosan bilang, CSR merupakan persoalan dari masing-masing perusahaan. Kesadaran perusahaan untuk menyisihkan anggarannya untuk CSR sudah ada. Perusahaan-perusahaan di sektor pertambangan atau perkebunan dana pasti punya dana CSR besar.
Bila besaran dana Tanggung Jawab Sosial ditetapkan, Rosan khawatir perusahaan-perusahaan yang saat ini tengah berkembang akan kesulitan. "Biarkanlah berkembang sesuai kemampuan masing-masing," ujar Rosan.(Handoyo)