TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean mengkritik rencana pemerintah dan PT PLN (Persero) yang akan melakukan rights issue menyusul munculnya wacana sinergi antara PLN dan PT Pertamina (Persero).
Menurut Ferdinand, istilah right issue tidak sesuai esensi untuk akuisisi, inbreng saham, dan sebagainya.
“Right Issue Sama saja. Apapun istilahnya, tujuannya tetap sama, yaitu untuk mengambil aset Pertamina Geothermal Energy (PGE),” kata Ferdinand, Minggu (18/12/2016).
Ferdinand pun menduga PGE akan dijadikan aset PLN untuk mempermudah pinjaman. Sebab, saat ini PLN memang sedang kesulitan memperoleh dana untuk membiayai tanggung jawabnya pada proyek 35 ribu MW.
Saat ini, menurut Ferdinand, PLN memang sedang membutuhkan dana luar biasa besar. Dengan asumsi bahwa sebagian besar proyek 35 ribu MW tersebut gagal mencapai target waktu, maka diperkirakan bahwa sedikitnya PLN butuh 30 persen dari kebutuhan semula Rp300 triliun.
“Jadi kita perkirakan bahwa PLN membutuhkan dana Rp100 triliun. Dana tersebut dipergunakan untuk infrastruktur lanjutan, seperti transmisi, distribusi, dan pembangunan gardu-gardu induk baru," ungkap Ferdinand.
Celakanya, lanjut Ferdinand, ketika PLN membutuhkan dana besar, ternyata saat ini PLN sudah tidak punya jaminan aset lagi untuk bisa mendapatkan pinjaman baru. Sebab, dengan rasio utang dan aset yang sudah sangat tinggi seperti sekarang, praktis tidak mungkin ada sindikasi keuangan yang mau memberikan pinjaman kepada PLN.
“Itulah sebabnya PLN mati-matian ingin mengambil alih aset PGE. Mereka memang membutuhkan aset baru sebagai jaminan utang,” kata Ferdinand.
Ferdinand memaparkan revaluasi yang dilakukan, juga tidak mampu meningkatkan aset PLN, namun hanya meningkatkan nilainya saja. “Jadi mau tidak mau, PLN memang harus memiliki aset baru untuk dijadikan sebagai jaminan pinjaman baru," papar Ferdinand.
Jika aset PGE dijadikan jaminan utang, Ferdinand menilai anak usaha PT Pertamina punya potensi untuk pindah asetnya dari milik negara kepada swasta. Apalagi, lanjut dia, saat ini PGE adalah murni, 100 persen milik Pertamina, yang berarti pula 100 persen milik negara.
“Potensi perpindahan aset negara kepada swasta itulah yang harus kita tentang,” kata Ferdinand.