TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berusaha memperketat syarat ekspor untuk pengusaha tambang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan dan Kontrak Karya.
Ketentuan itu dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 tahun 2017
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan Pertama menjelaskan, di PP tersebut tercantum perubahan ketentuan tentang cara ekspor untuk mineral logam.
Nantinya pengusaha tambang yang memiliki predikat Kontrak Karya (KK) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) harus merubah menjadi IUP Khusus (IUPK terlebih dahulu untuk mendapatkan rekomendasi ekspor.
"Kalau tidak meminta izin ekspor konsentrat ya tidak usaha IUPK," ujar Jonan di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
Selain itu, dalam PP no.1 tahun 2017 ada batasan waktu IUPK yang dapat izin rekomendasi ekspor selama lima tahun. Syarat berikutnya selama jangka waktu tersebut IUPK harus membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bahan mineral (smelter).
Jonan menegaskan jika tidak ada progres pembangunan smelter, maka izin rekomendasi ekspor akan dicabut.
Setiap enam bulan akan ada tim pengawas independen yang memantau kinerja pembangunan smelter setiap IUPK.
"Kalau selama enam bulan tidak terbukti ada progres pembangunan smelter, ya dicoret izinnya," ungkap Jonan.
Dalam aturan PP no.1 tahun 2017, hanya Nikel kadar rendah dibawah 1,7 (rendah) dan bauksit hasil pencucian yang boleh diekspor.