Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia setelah menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), disarankan melalui mekanisme penawaran umum perdana saham (initial publik offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi, karena pemerintah tidak memiliki dana untuk membeli saham perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS).
"Boleh saja (ke pemerintah, tapi pemerintah tidak punya duit, pasar modal ajalah yang penting," ujar Sofjan di Jakarta, Selasa (24/1/2017).
Menurut Sofjan, divestasi saham Freeport juga boleh ke jalur dana pensiun yang dananya nanti bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jembatan dan jembatan di berbagai daerah.
"Tapi saya belum tahu juga dia (Freeport) masuk mana, boleh juga masuk ke Bursa Efek Indonesia, menurut saya kemungkinan paling besar mereka punya keinginan melalui pasar modal," tutur Sofjan.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar meminta PT Freeport Indonesia dalam penentuan harga pelepasan saham 51 persen tidak memasukan komponen cadangan tambang yang masih di bawah tanah.
"Intinya harganya harus fair market value, seperti apa? Tidak boleh memasukan nilai cadangan yang ada di bawah, karena cadangan itu adalah milik negara, jadi cadangan tersebut yang berhak negara," tutur Arcandra di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Pelepasan saham 51 persen tersebut setelah perusahaan asal negeri Paman Sam itu, berubah skema kerjasamanya dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batu Bara.
Sementara mengenai jalur divestasi 51 persen saham Freeport, dapat dilakukan ke pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), perusahaan swasta nasional dan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia.