TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan angkat suara perihal ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan oleh PT Freeport Indonesia. Bagi Luhut, ancaman itu sebagai tindakan tidak elegan, dan bahkan cenderung kampungan.
"Tidak ada perusahaan multinasional seperti Freeport melakukan lay off pegawainya untuk menekan pemerintah, enggak ada itu, kampungan itu," ujar Luhut di Jakarta, Selasa (21/2/2017).
Menurutnya, Indonesia sebagai negara berdaulat tidak sepantasnya mendapatkan atau menerima ancaman seperti yang dilayangkan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
"Masa, negara berdaulat diancam," tutur Luhut.
Ia menjelaskan, pemerintah Indonesia bukanlah objek yang bisa didikte atau diatur oleh Freeport terkait penetapan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Apalagi, belum lama ini CEO Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson mengatakan, pihaknya berencana membawanya ke arbitrase jika antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia tak juga menempuh kata sepakat terkait status tersebut.
"Bagus dong kalau arbitrase, biar ada kepastian (hukum). Semua aturan ketentuan sudah kita berikan, enggak boleh dong kita didikte. Kan dia (Freeport Indonesia) harusnya divestasi 51 persen itu 2009 dia harus bangun smelter, tapi dia kan enggak lakukan," ujar Luhut.
Luhut pun mengatakan, ancaman Freeport tidak akan ada kaitannya antara kerja sama kedua negara yakni Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
Pasalnya, status kontrak yang dipermasalahkan terdapat di tanah air dan berlangsung secara bisnis to bisnis bukan government to government atau antar pemerintah.
"Kita business to business, enggak ada urusan negara ke negara. Dia private sector kok. Dia kan sudah 50 tahun di Indonesia, masa Indonesia enggak boleh jadi majority," tegasnya.
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi untuk PT Freeport Indonesia (PTFI) berdasarkan peraturan pemerintah nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017).
Dalam aturan tersebut, mewajibkan perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK) untuk mengubah status kontraknya menjadi IUPK. Namun, hal ini tidak diterima oleh Freeport.
Sebelumnya, CEO Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson secara tegas mengatakan, pemerintah dianggap berlaku sepihak dalam menerbitkan aturan tersebut.
Sehingga hingga saat ini belum menemui kata sepakat antara PTFI dengan pemerintah Indonesia.