TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Regulasi perbankan terbilang ketat. Namun masih ada celah tindak kejahatan pembobolan dana nasabah bank yang melibatkan orang dalam, termasuk yang menimpa nasabah Bank Tabungan Negara (BTN).
Gatot Trihargo, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan Kementerian BUMNmeminta BTN meningkatkan kontrol internal.
"Kasus fraud ini bisa terjadi karena sistem perbankan tidak berjalan dengan baik," kata Gatot dikutip Kontan, Selasa (20/3/2017).
Total dana milik nasabah BTN yang raib berjumlah Rp 258 miliar.
Korbannya berjumlah lima pihak. Yakni, empat institusi yakni PT Surya Artha Nusantara (SAN) Finance, PT Asuransi Jiwa Mega Indonesia, Asuransi Umum Mega, Global Index Investindo. serta satu nasabah individu.
Seperti kasus-kasus pembobolan bank sebelumnya, sindikat pembobolan dana nasabah BTN juga melibatkan orang dalam.
Salah satu yang diduga terlibat adalah Kepala Kantor Kas BTN Cikeas Bambang Suparno. Kini, Bambang sudah ditahan polisi.
Sindikat itu diduga mengajak para korban menempatkan dananya di deposito BTN dengan bunga 9,5% per tahun. Itulah yang membuat tawaran itu menggiurkan.
SAN Finance, semisal, membenamkan dana senilai Rp 250 miliar, dalam dua tahap.
Andrijanto, Direktur Keuangan SAN Finance mengatakan ada orang yang mengaku agen pemasar BTN menawarkan penempatan dana berjangka waktu 3 bulan, berbunga 8,5% per tahun SAN Finance pun menempatkan dana di BTN Cikeas.
Baca: Aksi Pembobolan Ratusan Miliar Dana Nasabah di Bank BTN, Bagaimana Bisa Terjadi?
Bambang, Kepala Kantor Kas BTN Cikeas, lantas menerbitkan sertifikat deposito dan diberikan kepada SAN Finance.
"Dalam sertifikat tersebut tercatat dana pertama yang kami simpan Rp 200 miliar. Jadi, kami pikir aman," kata Andrijanto dikutip Kontan.
Andrijanto berharap kasus ini diselesaikan sehingga nasabah mendapatkan kejelasan.
"Saya sangat kecewa dengan sistem kontrol yang lemah ini. Seharusnya BTN bertanggung jawab atas hal ini, karena bukti-buktinya sudah jelas," tandas dia.
Namun, versi manajemen BTN, sertifikat deposito tersebut palsu. Dana itu tidak pernah masuk ke deposito BTN, melainkan ke rekening sindikat. Pegangan korban hanya sertifikat deposito palsu. Meski korban sempat memperoleh bunga, menurut manajemen BTN, dana itu bukan dari BTN, melainkan dari rekening komplotan sindikat.
Iman Nugroho Soeko, Managing Director BTN menyatakan, pihaknya telah menyerahkan kasus ini ke kepolisian sejak 21 November 2016. Saat ini, kasus deposito fiktif ini sudah masuk Pengadilan Tinggi Jakarta.
Dalam laporan keuangan 2016, BTN menyiapkan dana pencadangan Rp 258,2 miliar untuk kasus ini.
"Kami ingin penyelesaian yang adil dan cepat. Oleh karena itu, kami serahkan semuanya ke proses hukum," kata Iman.
Reporter: Anisah Novitarani/Galvan Yudistira/Yuwono Triatmodjo