TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam rangka menjaga kelestarian ekosistem dunia, Indonesia bersama negara-negara lain saling bersepakat untuk berperan dalam upaya menekan emisi gas rumah kaca di wilayah masing-masing.
Terkait hal itu, Presiden Joko Widodo sejak 2010 telah membentuk lembaga setara Kementerian yang secara khusus bertugas memantau segala hal mengenai perubahan iklim di Indonesia.
"Karena itu, adalah tugas kami memantau soal perubahan iklim di Indonesia. Terutama kaitannya dengan kinerja industri, karena mereka adalah salah satu penyumbang terbesar selain dari aktivitas rumah tangga," ujar Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, saat ditemui di kantornya, di Jakarta, Rabu (5/4/2017).
Menurut Rachmat, ada beberapa aktivitas keseharian manusia yang cukup berperan dalam menyumbang emisi gas rumah kaca. Misalnya saja aktivitas membuang sampah dan juga kesibukan lalu lintas.
"Dalam hal ini adalah industri otomotif. Semua orang kini menggunakan motor, mobil. Ini semua juga berpengaruh. Lalu industri yang sifatnya mengolah alam, seperti batu bara dan juga industri semen," tutur Rachmat.
Terkait hal itu, Rachmat mengaku bersyukur bahwa sejauh ini para pelaku industri semen nasional cukup kooperatif dan memiliki kesadaran tiggi untuk turut berperan dalam menekan emisi gas rumah kaca.
Salah satunya dengan menangani sekaligus menurunkan emisi CO2 yang dihasilkan dari kegiatan produksinya.
"PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) sebagai salah satu pelaku utama. Saya pikir telah membuktikan komitmennya. Kita tahu, mereka melalui anak usahanya, yaitu Semen Padang, Semen Tonasa dan Semen Gresik yang tersebar di berbagai lokasi, berkontribusi besar dalam menekan emisi CO2 di Indonesia," tutur Rachmat.
Tak hanya soal penanganan emisi gas rumah kaca, lanjut Rachmat, SMGR juga terbukti berkomitmen dalam pelestarian lingkungan melalui tanggung jawabnya dalam mengembalikan fungsi lahan bekas tambang.
Hal ini menjadi poin positif di mata Rachmat, mengingat masih ada banyak industri lain yang relatif kurang menyadari tanggung jawab tersebut.
"Meski Saya belum melihat sendiri di lapangan, tapi sudah banyak laporan positif terkait hal itu. Lahan bekas lahan ditanami lagi, direboisasi, dilakukan biodiversity, fungsi tanahnya dikembalikan, airnya dijaga. Ada nurani di sana. Tidak sekadar kewajiban, tapi kesadaran. Ini tidak banyak disadari. Misal di (tambang) batubara, ini belum banyak," ungkap Rachmat.
Karena itu, Rachmat dalam kesempatan ini menyampaikan apresiasinya pada SMGR dan berharap agar kesadaran serupa juga dimiliki oleh para pelaku industri lain. Pun demikian, meski sudah cukup bagus, Rachmat juga berharap agar SMGR tidak berpuas diri dan senantiasa meningkatkan upayanya dalam menekan emisi ga rumah kaca di wilayah operasional produksinya.
"Yang namanya teknologi kan terus berkembang. Yang sekarang kita anggap bagus, esok hari ada yang lebih bagus. Sekarang saja di luar negeri sudah ada (perusahaan) yang zero emition. Saya harap SMGR juga mengarah ke sana. Namun Saya juga menyampaikan apresiasi dengan apa yang sudah dilakukan sejauh ini," tegas Rachmat.