TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang berencana menurunkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sesuai UMP/UMK.
Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk kebijakan kapitalis dari menkeu, tanpa memikirkan rakyat miskin dan buruh.
"Kami tolak rencana penurunan PTKP itu," kata Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Senin (24/7/2017).
Said Iqbal menegaskan, jika rencana penurunan PTKP betul-betul direalisasikan oleh Menkeu Sri Mulyani, kaum buruh justru dipaksa membayar pajak lebih besar dengan mengorbankan daya belinya.
Menurut dia, semestinya Menkeu memprioritaskan wajib pajak besar terutama yang belum membayar pajak dengan benar dan juga para pengemplang pajak guna meningkatkan pendapatan pajak dan bukannya malah memungut pajak penghasilan lebih besar dari kaum buruh yang kebanyakan rakyat kecil.
Apalagi, lanjutnya, saat ini daya beli masyarakat berpenghasilan kecil dan buruh masih rendah, sehingga rencana penurunan PTKP akan makin menggerus penghasilan dan makin menyengsarakan rakyat.
"Pemerintah tidak pantas membandingkan dengan daya beli negara lain seperti Malaysia yang sudah tinggi. Daya beli di Indonesia masih rendah. Jadi, bandingannya tidak 'apple to apple," ujarnya.
Selain daya beli, menurut dia, tingkat pendapatan di Indonesia masih rendah dan rasio gini juga masih tinggi.
Said juga menyoroti bahwa rencana penurunan PTKP tersebut membuktikan pemerintah tidak fair.
Oleh karena itu, ia kembali meminta Menkeu fokus menyasar wajib pajak besar untuk meningkatkan pendapatan pajak.
Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno mengatakan jika PTKP tersebut diturunkan hingga Upah Minimum Provinsi (UMP), maka akan mengganggu pada program pemerataan pendapatan yang sedang digalang Presiden Jokowi.
"Kalau PTKP 4,5 juta, sekarang, artinya bagus, jauh di atas UMP. Kalau ini disamakan UMP/UMK, dampak untuk menciptakan pemerataan pendapatan berkurang. Karena semakin kecil PTKP, mereka yang pendapatan kecil akan terjangkau pajak juga," ujarnya.
Ia mengatakan langkah yang mesti dilakukan Menkeu untuk menggairahkan ekonomi adalah tidak hanya dengan menggenjot penerimaan negara tapi justru harus juga menguatkan daya beli masyarakat.
"Kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara juga harus memperhatikan keekonomian masyarakat. Penerimaan negara harus didukung dengan kemampuan ekonomi masyarakat yang baik," ujarnya.
Menteri Keuangan mengatakan rencana penurunan PTKP merupakan upaya pemerintah meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto.
Selain itu, Menkeu menilai PTKP di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang Rp 13 juta per tahun.