News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengkaji Wacana Impor Sebagai Solusi Jangka Pendek Harga Murah Gas Industri

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja sedang menyelesaikan penyambungan pipa gas milik Perusahaan Gas Negara (PGN) di Batu Aji, Batam. Penyambungan jaringan pipa gas sepanjang 18 kilometer dari stasiun gas milik PGN di Panaran dan Kawasan Industri Tanjung Uncang sebagai upaya persiapan penambahan kuota gas yang diajukan Pemerintah Kota Batam untuk menyuplai pembangkit listrik.

Head of Marketing and Product Development Division PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Adi Munandir menambahkan pemerintah perlu mengklarifikasi harga gas murah yang disodorkan oleh konsorsium asal Singapura di angka US$ 3,8 per MMBTU.

Karena jika harga yang disebutkan baru merupakan harga hulu, nantinya untuk sampai ke Indonesia dan bisa dimanfaatkan pelanggan industri harganya bisa lebih mahal dari harga gas domestik.

Adi merinci, kontrak harga LNG di Amerika Serikat sekitar US$ 3 dolar untuk gas hulunya saja. Gas tersebut kemudian butuh proses liquifikasi, pengiriman dengan kapal tanker, regasifikasi, transmisi, dan terakhir didistribusikan ke pelanggan industri di Indonesia.

“Sampai ke end user harganya bisa lebih dari US$ 11 per MMBTU. Bahkan bisa lebih mahal dari harga domestik,” terangnya.

Menurut Adi, persoalan harga gas industri yang tinggi tidak bisa dicarikan solusi mudah dengan membuka keran impor gas. Pasalnya, dengan mengimpor gas demi mengejar harga yang murah akan membuat banyak proyek pengembangan lapangan gas di dalam negeri menjadi terhenti.

“Begitu impor LNG dilakukan, maka neraca perdagangan kita berubah bentuknya, menjadi defisit. Hal ini bisa berdampak pada nilai tukar rupiah, inflasi dan sebagainya. Jadi untuk memutuskan impor sebaiknya dilakukan secara hati-hati,” kata Adi.

Senada dengan Agus, untuk menekan harga gas di dalam negeri, Adi menyarankan agar pemerintah bisa melakukan rasionalisasi biaya distribusi gas dari hulu sampai ke pelanggan yang disalurkan melalui pipagas.

“Masalah penjualan bertingkat, sampai marjin itu harus dibenahi. Kalau Indonesia terus bergantung pada penyediaan gas bumi dari impor, maka akan berdampak negatif bagi ketahanan energi nasional. Sementara masih ada surplus LNG domestik yang belum memiliki pembeli. Karena itu saya menilai impor gas saat ini belum tepat dilakukan,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini