TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertumbuhan mal di Jakarta saat ini bisa dibilang cukup pesat, tren masyarakat yang kini beralih ke e-commerce juga dikatakan menjadi salah satu penyebabnya.
KONTAN mencoba mengunjungi salah satu mal di bilangan Jakarta Selatan yaitu Kuningan City, pengunjung yang datang relatif sepi dibandingkan dengan mal-mal lainnya yang selalu ramai saat weekend.
Di beberapa lantai juga terlihat bahwa beberapa toko sudah tutup, selain itu beberapa toko juga memberikan discount yang tak tanggung-tanggung hingga 70%, salah satunya Mango, Andre Valentino dan Hush Puppies. Belum diketahui apa penyebab sepinya mal Kuningan City.
Baca: Ada Gubernur Baru, Bagaimana Nasib Tradisi Pengaduan Warga di Balai Kota?
Namun, ketika ditanya soal pengunjung, hal itu dibantah oleh Center Director Kuningan City, Christopher Hardja. Ia mengatakan bahwa sejauh ini pengunjung mal masih stabil, target pengunjung juga lebih kepada para karyawan kantor yang berada dekat dengan Kuningan City. "So far oke, karena kami targetnya lebih kepada orang kantoran sekitar," imbuhnya.
Christopher mengatakan, jika nantinya di lantai 3 akan dibangun foodcourt dengan tema baru untuk sekelas orang-orang kantoran. Ia mengatakan akan terus konsisten dengan apa yang ada sehingga tenant tidak akan lari, kriteria tenant juga tidak yang very high-end. "Kami juga gak mau yang very high-end, kasihan mereka juga gak make it karena gak sesuai target marketnya," ujarnya.
Tenant juga mulai mengeluhkan sepinya pengunjung, salah satunya Rani yang menjual berbagai macam aneka kue, ia mengatakan jika dalam sehari pendapatannya masih kecil. Tapi, dia tidak mau menyebutkan masalah angka, Rani mengklaim jika tiap tahunnya, omzet terus menurun. "Masih kecil kalau omzet, makin kesini pengunjungnya juga makin sepi dan akhirnya berimbas ke omzet juga. Ramai juga itu bisa dibilang pas awal-awal aja," ungkapnya.
Selain Kuningan City, Mal Plaza Semanggi juga merasakan hal yang sama. Sepinya pengunjung membuat omzet para tenant mulai menurun. Hampir setiap toko memberikan potongan harga untuk para pembeli, salah satunya Edi, penjual pakaian batik di Plaza Semanggi. Ia mengatakan bahwa mall mulai sepi sejak beberapa tahun terakhir, ia menganggap bahwa pengunjung lebih memilih mal-mal baru untuk dikunjungi. "Sejak 1 - 2 tahun terakhir udah mulai sepi, mungkin karena makin banyak mal baru," bebernya.
Edi mengungkapkan bahwa omzetnya turun drastis semenjak beberapa tahun terakhir. Ia merasa bahwa dengan iming-iming potongan harga saja belum cukup untuk menarik pelanggan. "Sehari aja bisa gak laku, padahal kan udah pancing pake tulisan discount. Pendapatannya dikit sekali kalau untuk sekarang," kata Edi
Terakhir kali Edi merasakan omzet besar sekitar tahun 2014, dalam sehari ia bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp 4 juta-Rp 5 juta. "Bisa Rp 4 juta-5 juta kalau dulu, banyak orang kantoran juga kan yang kesini. Tapi kalau sekarang Rp 1 juta sehari aja gak sampe," terangnya.
Selain Edi, hal serupa juga dialami oleh Putri, penjual pakaian wanita. Ia mengaku bahwa penurunan omzet terjadi hampir setahun belakangan. Ia menganggap banyak perempuan yang lebih memilih membeli pakaian bermerek. "Hampir setahunan lah, cewe-cewe juga sekarang lebih suka sama baju yang ada brand-nya," kata Putri.
Putri mengaku bahwa saat ini omzetnya turun sangat jauh. Para tetangga toko Putri satu per satu mulai menutup toko lantaran pemasukan tidak sesuai dengan harapan. "Sekarang omzet lagi ancur banget, mungkin kalau dalam persen itu sekitar 65%-70%. Tetangga toko juga pada nutup karena pemasukannya yang kecil itu," tuturnya.
Ketua Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Stepanus Ridwan menjelaskan bahwa saat ini ada perubahan gaya hidup yang luar biasa, mal dengan konsep strata title mulai ditinggalkan, sebab pengelola mal dianggap tidak melakukan perubahan sesuai dengan tren yang ada. Ia menganggap bahwa mal dengan konsep sewa saat ini bisa dibilang cukup baik. "Kenapa konsep sewa seperti ini tetap bagus? Karena pengelola bisa mengatur, dia bisa menentukan mana yang bisa masuk mana yang tidak," jelasnya.
Stepanus menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada penurunan pengunjung tapi lebih tepatnya kepada pemindahan. Menurutnya kekuatan media digital saat ini sangat berpengaruh. "Bukan penurunan tapi lebih tepat pemindahan, dari mal yang gak ada experience dan tidak bermain di digital media sehingga dia turun," jelas Stepanus.
Ia mengungkapkan jika mal-mal yang tidak mau berubah, maka akan turun dengan cepat. Selain melakukan renovasi, akan lebih menarik lagi jika mal mampu membuat event yang bisa menarik banyak pengunjung dan mengundang komunitas sehingga pengunjung bisa berlama-lama berada di dalam mal. "Sekarang tuh trendnya bikin event yang sampai seminggu, mengundang komunitas, membuat bazar-bazar baju yang di-design oleh artis," kata Stepanus.
Selain pengelola, para tenant juga harus mampu berinovasi untuk menarik pengunjung seperti mengubah design dan tampilan setiap minggunya agar pengunjung tidak bosan. Stepanus juga mengatakan jika pengusaha mal juga harus memikirkan citra, bukan hanya sekedar janga pendek tapi lebih ke jangka panjang serta menciptakan win-win solution agar kedepannya bisa lebih maju.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di Kompas.com, dengan judul: Sebagian mal di Jakarta makin sepi pengunjung