Tercatat, beban usaha GIAA sepanjang sembilan bulan 2017 mencapai US$3,23 miliar, naik hingga 12,93% dari posisi US$2,86 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Alhasil, nilai kerugian GIAA senilai US$ 207,48 juta, atau melonjak hingga lima kali lipat dari posisi US$44 juta dari posisi September 2016.
Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala Nugraha Mansury mengungkapkan, sepanjang tahun berjalan ini, Garuda memang masih membukukan kerugian. Namun, Pahala mengklaim tren perbaikan mulai terlihat. Mantan Direktur Keuangan Bank Mandiri menuturkan, pada kuartal III/2017, GIAA sudah mencetak laba. Adapun laba yang dibukukan hanya pada Q3/2017 senilai US$ 61,9 juta.
Raihan laba tertopang arus mudik saat Lebaran. Makanya, strategi penurunan cost dan efisiensi akan menjadi andalan bagi Garuda untuk meningkatkan performa. Selain itu, kata Pahala, Garuda juga berencana untuk mengoptimalisasi berbagai rute yang dimiliki untuk mendongkrak raihan laba serta meningkatkan utilisasi pesawat.
Saat ini, utilisasi pesawat Garuda Indonesia mencapai 9 jam 34 menit. Kondisi meningkat dibandingkan dengan September 2016. Adapun utilisasi pesawat pada September 2016 mencapai 8 jam 56 menit.
Adapun catatan penumpang Grup Garuda Indonesia (Citilink dan Garuda) mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,4% menjadi 9,6 juta penumpang, dari sebelumnya 9,5 juta di periode yang sama.
Secara year to date, Grup Garuda Indonesia berhasil mengangkut sebanyak 26,8 juta penumpang sepanjang sembilan bulan 2017, atau tumbuh 3% dibanding periode yang sama tahun lalu yaitu sebanyak 26 juta penumpang.
Hingga akhir tahun, GIAA memproyeksikan raihan pendapatan senilai US$3,2 miliar. Untuk mengejar target pendapatan tersebut, sambungnya, GIAA akan memaksimalkan transaksi menggunakan mobile apps Garuda Indonesia atau platform e-commerce. (Kontan/Tantyo Prasetya, Titis Nurdiana )