TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Martri Agoeng, menolak pembentukkan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Alasannya politisi PKS karena tidak sesuai dengan regulasi yang ada.
"Kami lihat ada cacat hukum di dalam pelaksanaan holding BUMN," ujar Martri, Selasa (21/11/2017).
Martri rencananya akan membahas terkait holding bersama Menteri BUMN termasuk Menteri Keuangan.
Awalnya penolakan sejak Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP No 44 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas yang menjadi payung hukum di dalam pelaksanaan konsep holding BUMN.
Martri berharap sebelum holding dijalankan sebaiknya berdiskusi dengan DPR. Karena masalahnya kata Martri dalam PP 72/2016 itu tetkait penghilangan fungsi dan tugas DPR dalam pengawasan BUMN.
Baca: Mangkir Dua Kali, Akhirnya Dirut dan Komut Bank Jabar Penuhi Panggilan Penyidik Bareskrim
"Sebab, kalau holding BUMN jadi maka perusahaan yang dulunya merupakan BUMN, nantinya akan menjadi anak usaha. Di sini DPR dan masyarakat tidak punya kewenangan pengawasan lagi," kata Martri.
Rencananya pemerintah tahap pertama akan membentuk holding BUMN pertambangan. Hal ini terbukti dari rencana pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa, yang sedianya bakal menghapus status perseroan di PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk pada Senin (29/11/2017).
Baca: Mbah Gantong Diikat Warga Tulungagung ke Tiang Listrik, Ini Pemicunya