TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Indonesia yakin produk peternakannya segera masuk pasar Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Hal diungkapkan dalam paparan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan, I Ketut Diarmita di Konferensi ke-30 Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) Wilayah Regional Asia di Malaysia, kemarin.
Menurut Ketut, untuk tahap awal produk ternak unggas lokal dan Final Stock (FS) unggas lokal Indonesia harus mampu menembus pasar bebas ASEAN setelah adanya kesepakatan pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia
Menurutnya, ekspor tersebut merupakan implementasi upaya Kementan guna meningkatkan perekonomian negara melalui penerimaan devisa.
Pasalnya jelas Ketut, peternakan skala UMKM tidak lama lagi mampu berbicara di pasar internasional.
Untuk tahap awal produk ternak unggas lokal Indonesia siap menembus pasar bebas ASEAN setelah adanya kesepakatan dengan pemerintah Malaysia.
“Kami berharap ini menjadi catatan sejarah dalam peternakan nasional kita,” ujarnya.
Karna itu, Ketut jelaskan tujuan kunjungannya ini ke Malaysia adalah membawa misi perdagangan produk ternak, khususnya unggas lokal ke luar negeri.
Kali ini yang ditawarkan ke Malaysia adalah ayam lokal dan itik lokal.
“Malaysia berminat juga untuk impor daging sapi,” jelasnya.
Realisasi ekspor tersebut diharapkan dalam kuartal pertama 2018. Sebelumnya, Pemerintah Malaysia terlebih dulu akan meninjau sarana peternakan ayam lokal dan itik yang sudah memenuhi persyaratan Good Breeding Practice (GBP), serta memiliki standar internasional untuk kesehatan hewan.
“Yaitu Sertifikat Kompartemen Bebas Avian Influenza sesuai ketentuan OIE,” ungkapnya.
Terkait dengan jaminan kesehatan hewan, Ketut membeberkan, saat ini pemerintah sudah mengeluarkan 3 Sertifikat Kompartemen Bebas AI untuk unggas lokal, yaitu 2 sertifikat untuk ayam dan 1 untuk itik yang berlokasi di Bogor dan Purwakarta.
“Kita terus perkuat sistem kompartemen AI kita, agar unggas dan produk unggas kita bisa bersaing di pasar international, kususnya ASEAN dan Jepang,” jelasnya.
“Komoditas ternak lain yang juga akan masuk ke Malaysia adalah daging sapi kualitas premium yang berasal dari peternakan di Lampung,” tambahnya.
Ketut menerangkan saat ini masing-masing perusahaan peternakan masih menghitung volume ekspor dan jenisnya.
Menurutnya, dari hasil pembicaraan sebelumnya antar pengusaha, Malaysia sedikitnya membutuhkan 30.000 DOC ayam lokal per bulan dan 10.000 DOD/bulan untuk jenis bebek petelur.
Dia pun menyebutkan selama ini ternak unggas lokal Indonesia memang sudah dikenal karena termasuk salah satu pusat domestikasi ayam dunia selain China dan kawasan Lembah Hundus.
“Namun, karena pola usahanya yang masih tradisional mengakibatkan pengembangan usahanya terhambat, sehingga saat ini kita perjuangkan untuk meraih kejayaan,” kata Ketut.