Laporan Reporter Kontan.co.id, Febrina Ratna Iskana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika tidak ada aral melintang, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 25 Januari 2018 mendatang. Agendanya adalah perubahan anggaran dasar perseroan.
Agenda ini sejalan dengan rencana pemerintah membentuk Holding BUMN Migas. Namun, pihak PGN belum mau banyak bicara terkait agenda tersebut.
"Sudah ada di undangan agendanya. Mungkin lebih pas tanyanya ke shareholder(Kementerian BUMN)," ujar Direktur Komersial PGN, Danny Praditya, Jumat (12/1/2018).
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menjelaskan, pembentukan holding migas terus mengalami kemajuan. Sejak sebulan lalu, Kementerian BUMN telah membentuk tim implementasi holding migas yang terdiri dari beberapa subtim seperti subtim operasi hingga subtim SDM
"Tim implementasi holding migas dengan beberapa subtim, yang terpenting adalah operasi misi dan transaksi selain ada subtim SDM," jelas Fajar, Minggu (14/1/2018).
Menurut Fajar, sejauh ini tidak ada pertentangan dari PGN maupun Pertamina. Sebab Kementerian BUMN telah melakukan sosialisasi kepada karyawan kedua BUMN tersebut melalui Serikat Pekerja (SP).
Baca: Besok, 1.800 Perusahaan Ikuti Uji Coba Lelang Gula Rafinasi
Baca: Ekonom: Kementerian Pertanian Harus Perbaiki Data Produksi Beras
"Sosialisasi ke SP selama ini sudah berjalan dan SP PGN mendukung proses ini demikian juga SP Pertamina," imbuhnya.
Terkait skema pembentukan holding BUMN Migas, Fajar bilang skemanya tetap sama seperti yang pernah diutarakan oleh Kementerian BUMN. Pemerintah akan melakukan imbreng saham PGN ke Pertamina.
Biarpun begitu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016, Pemerintah tetap memiliki satu saham dwiwarna. "Dan sesuai dengan PP 72/2016, ada satu saham dwiwarna milik Pemerintah di PGN," jelas Fajar.
Dalam PP 72/2016 Pasal 2A ayat 2 disebutkan dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain, maka BUMN tersebut. menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan, negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.
Hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar antara lain hak untuk menyetujui pengangkatan anggota Direksi dan anggota Komisaris; perubahan anggaran dasar; perubahan struktur kepemilikan saham; penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pembubaran, serta pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain.
Dengan begitu, kendali PGN tetap dipegang pemerintah, dalam hal ini Menteri BUMN.
Dalam skema pemerintah, PGN juga nantinya akan mengakusisi atau digabung dengan anak usaha Pertamina di bidang hilir gas, Pertamina Gas (Pertagas). Dengan begitu, PGN akan menjadi subholding Pertamina urusan gas.
Proses akusisi Pertagas ini akan mengikuti aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)."Namun karena PGN adalah Perusahaan Terbuka maka semua yang berhubungan dengab transaksi Pertagas harus mengikuti GCG dan aturan OJK dan pasar modal. Makanya ada subtim transaksi yang menangani hal tersebut," ungkap Fajar.
Pihak Pertamina masih enggan memberikan komentar terkiat pembentukan holding BUMN migas. VP Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito tidak menjawab pesan singkat yang dikirimkan KONTAN terkait holding BUMN Migas.