Laporan Reporter Kontan, Dadan M. Ramdan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk meminimalisasi modus penipuan berkedok biro jasa travel dan umrah, pemerintah lewat Kementerian Agama telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No.8/2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
Para pelaku usaha perjalanan wisata dan umrah menyambut baik peraturan yang memperketat izin baru Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tersebut.
Chairman Of Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) Priyadi Abadi mengatakan, dalam PMA No.8/2018 terdapat ketentuan-ketentuan baru yang sebelumnya tidak menjadi persyaratan dalam pengajuan izin operasional PPIU.
Misalnya, sertifikat biro perjalanan wisata (BPW). "Perlunya sertifikat pariwisata dengan lingkup BPW merupakan persyaratan yang dimandatorikan melalui PMA No. 08/2018. Artinnya, PPIU wajib memiliki sertifikat pariwisata," katanya kepada KONTAN, Minggu (6/5/2018).
Menurut Priyadi, biro perjalanan wisata dan umrah tidak akan mendapat izin operasional PPIU dari Kementerian Agama jika tidak menyertakan sertifikat BPW tersebut.
Sebab, saat pengajuan permohonan izin operasional PPIU, selain sudah beroperasi minimal dua tahun yang dibuktikan dengan laporan kegiatan usaha, perusahaan jasa travel wisata dan umrah juga wajib mengantongi sertifikat BPW.
"Akreditasi biro perjalanan wisata dan umrah dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata. Lembaga sertifikasi ini ada dibawah Komite Akreditasi Nasional," jelasnya.
Berdasarkan beleid baru sebagai pengganti PMA No. 18/2015, Priyadi merinci, pada saat pengajuan izin baru ke Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Kemnag, ada sejumlah persyaratan yang wajib disertakan.
Antara lain seurat keterangan fiskal dari kantor pajak, sertifikat pariwisata, laporan keuangan dua tahun terakhir dengan opini wajar tanpa pengecualian, dan bukti kepemilikan gedung atau surat sewa menyewa yang dibuktikan dengan pengesahan.
Dengan demikian, PMA No.8/2018 ini bisa menutup celah bagi bagi travel nakal, melindungi jemaah sekaligus membuat bisnis di sektor umrah menjadi sehat.
Aturan baru ini juga melarang sistem penjualan paket umrah dengan menggunakan skema-skema yang merugikan calon jemaah seperti skema Ponzi, model pemasaran berjenjang atawa multi level marketing dan modus investasi bodong.
Baca: Wakil Presiden Jusuf Kalla Jadi Saksi Pernikahan Putri Bungsu Mbak Tutut
Baca: Mardani Ali Sera: Insyaallah Kami Akan Terus Teriak 2019 Ganti Presiden
"Semangat dari PMA No.8/2018 adalah intinya mencegah timbulnya perusahaan-perusahaan travel bermasalah," tukas Priadi.
Kemnag sudah mencabut izin operasional sejumlah biro perjalanan wisata dan umrah yang menyebabkan ratusan ribu calon jemaah gagal berangkat umrah dengan total kerugian mencapai triliunan.
Sebut saja, First Travel, PT Amanah Bersama Ummat (ABU Tours), Solusi Balad Lumampah (SBL), Mustaqbal Prima Wisata, dan Interculture Tourindo.
Perusahaan tersebut memberikan penawaran menarik lewat promo umrah murah yakni sekitar Rp 13 juta-Rp 15 juta,dibawah standar harga yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 20 juta.
Berhubung kebijakan tersebut terbilang anyar, IITCF akan menggelar kegiatan sosialisasi PMA No.8/2018 pada 9 Mei 2018. "Kegiatan ini juga untuk membantu Kementerian Agama menyosialisasikan PMA No.8/2018 yang didalamnya banyak ketentuan-ketentuan teknis yang harus dipahami oleh para penyelenggara biro perjalanan wisata," harapnya.
Dalam kesempatan ini, IITCP juga menggelar workshop Optimize Digital Marketing. Menurut Priyadi, materi digital marketing penting diadaptasi saat ini. "Sekarang ini, zaman now, digital marketing ini adalah cara yang efektif untuk memasarkan suatu produk termasuk program umrah dan wisata muslim," pungkas Chief Executive Officer (CEO) Adinda Azzahra Tour ini.