Pelarangan ini merupakan hukuman bagi ZTE, yang dianggap melanggar perjanjian dengan AS, setelah ZTE tertangkap secara ilegal mengirim barang teknologi AS ke Iran dan Korea Utara pada 2012 lalu.
Pada 2017, pengadilan federal menyatakan ZTE bersalah karena melanggar sanksi AS. ZTE harus membayar denda atas pelanggaran itu sebesar US$ 890 juta.
Perusahaan yang bermarkas di Shenzhen itu juga setuju memecat empat pegawai senior dan mendisiplinkan 35 staf lainnya.
Tapi, pada Maret 2018, ZTE belum mendisiplinkan 35 stafnya. Akibatnya, AS menjatuhkan sanksi pelarangan ekspor selama tujuh tahun dan mencegah ZTE menggunakan hardware atau software yang berasal dari AS.
Meski pemerintah AS diperkirakan menjatuhkan denda sebesar US$ 1,7 miliar, sumber Reuters menyebut, ZTE kemungkinan hanya akan benar-benar membayar sekitar US$ 1 miliar.
Baca: Begini Kesibukan Dewi Sandra di Ramadhan Tahun Ini
Sebagai tambahan, perusahaan akan diminta untuk memasukkan US$ 400 juta dalam bentuk escrow.
Sebelumnya, pada 2017, ZTE diminta membayar denda perdata dan pidana sebesar US$ 892 juta, dengan tambahan US$ 300 juta ditangguhkan kecuali ada pelanggaran di masa depan.
"Sebagai bagian dari kesepakatan baru, denda sebesar US$ 300 juta itu akan masuk dalam escrow di bank AS, bersama dengan tambahan US$ 100 juta," ujar sumber itu.
Lanjutnya, AS kemungkinan akan menghitung US$ 361 juta denda perdata yang telah dibayar ZTE tahun lalu sebagai bagian dari denda US$ 1,7 miliar.
Sebagai bagian dari perjanjian baru, kata sumber itu, AS ingin ZTE mempekerjakan orang baru untuk mengawasi kepatuhan perusahaan.
AS juga ingin perwakilannya melakukan kunjungan lapangan untuk memeriksa klaim ZTE tentang komponen tanpa berkoordinasi dengan pejabat pemerintah China.