TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Depresiasi nilai tukar rupiah pada Mei 2018 menggerus cadangan devisa Indonesia. Pelemahan kurs rupiah yang sempat mencapai titik terdalam hingga ke level Rp 14.200 per dolar Amerika Serikat (AS), menyebabkan banyak cadangan devisa terpakai untuk operasi moneter.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), pelemahan rupiah terdalam sepanjang Mei 2018 terjadi pada 25 Mei 2018.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengakui, tekanan nilai tukar rupiah membuat cadangan devisa pada akhir Mei berkurang. Hal itu karena bank sentral melakukan intervensi terhadap kurs rupiah.
Namun, penurunan cadangan devisa tidak terlalu besar karena ada pemasukan valuta asing. "Ada tambahan dari penerimaan valuta asing migas," jelas Dody kepada KONTAN, Kamis (7/6). Namun Dody merahasiakan jumlah pengurangan cadangan devisa untuk operasi moneter.
Yang pasti, menurut Dody, besaran cadangan devisa masih berada di atas kecukupan minimal tiga bulan impor, yaitu sekitar tujuh bulan impor. BI akan mengumumkan posisi cadangan devisa, Jumat ini.
Untuk diketahui, posisi cadev Indonesia pada akhir April 2018 sebesar US$ 124,86 miliar. Jumlah itu turun US$ 1,14 miliar dari posisi akhir Maret 2018 yang sebesar US$ 126 miliar. Jumlah cadangan devisa pada akhir April lalu merupakan posisi terendah sejak Juni 2017.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan, penurunan cadangan devisa Indonesia akhir Mei 2018 tak sebesar bulan-bulan sebelumnya. Walau di awal hingga pertengahan bulan lalu dana asing keluar dari pasar keuangan dalam negeri, namun mendekati akhir Mei, dana asing kembali masuk.
Di sisi lain, pemerintah menerbitkan samurai bond senilai 100 miliar yen pada Mei lalu. "Makanya cadangan devisa hanya turun sedikit, di bawah US$ 500 juta," kata David kepada KONTAN, Kamis (7/6). Bahkan cadev bisa juga naik tipis di bawah US$ 500 juta.
David melihat posisi cadangan devisa ke depan cenderung datar, tak naik tinggi setiap bulan sebagaimana terjadi pada tahun 2017. Kurs rupiah juga masih bisa menguat jika BI konsisten menjalankan kebijakannya moneternya yang preemptive, front loading, dan ahead the curve. "Saya hitung fundamental rupiah saat ini ada di kisaran Rp 13.700–Rp 13.800 per dollar AS," katanya.
Ekonom Maybank Indonesia Juniman memperkirakan penurunan cadangan devisa Mei 2018 sekitar US$ 1,5 miliar-US$ 2 miliar. Dengan begitu maka posisi cadangan devisa akhir Mei mencapai US$ 123,4 miliar–US$ 122,9 miliar. "Operasi moneter butuh ongkos besar," katanya.
Saat ini rupiah cenderung menguat dan stabil di sekitar Rp 13.800-an per dollar AS. Namun ini bukan karena keberhasilan kebijakan BI, tapi karena pelaku pasar menunggu kabar Federal Reserve. Jika The Fed menyatakan kenaikan bunga acuan hingga empat kali hingga akhir tahun, rupiah bakal terdepresiasi lebih dalam. (Adinda Ade Mustami)