Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Presiden Direktur Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja memproyeksikan, otoritas moneter akan kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate hingga 2 persen atau 200 basis poin hingga akhir 2019 mendatang.
Jahja menilai, kenaikan suku bunga acuan tersebut untuk merespons kebijakan suku bunga The Fed yang memang lebih agresif di tengah membaiknya perekonomian di Amerika Serikat.
Ia memproyeksikan, kenaikan suku bunga acuan tersebut dikalkulasi berdasarkan perhitungan gearing ratio nilai tukar Rupiah.
“Nilai tukar Rupiah ada gearing ratio, setiap pelemahan 0,25 persen harusnya naik 0,5 persen, kalau The Fed naik 4 kali, kita bisa naik dua persen sampai tahun depan,” kata Jahja saat ditemui di Menara BCA, Jakarta, Senin (9/7/2018).
Menurutnya, hal terseebut harus menjadi perhatian Bank Indonesia ke depan, sebab bank sentral Amerika Serikat juga berencana kembali mengerek suku bunga Fed pada September dan Desember tahun ini. Sedangkan, di tahun depan bisa 2 hingga 3 kali kenaikan.
Jahja menambahkan, penyesuaian suku bunga acuan oleh BI tersebut diperlukan untuk meredam dampak gejolak pelemahan kurs Rupiah ke depannya.
Baca: Serunya Piala Dunia 2018 Jadi Ajang “Berburu” Banyak Orang
Sebab, saat ini semua bahan baku untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor masih banyak yang diimpor menggunakan komponen dolar.
“Dampaknya harga pokok akan naik, inflasi kita bisa tinggi, itu bahaya, mengurangi daya beli, kalau tidak dinaikkan agak berat,” pungkas Jahja.
Caption: Presiden Direktur Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja memproyeksikan, otoritas moneter akan kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate hingga 2 persen atau 200 basis poin hingga akhir 2019 mendatang.