TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirundung krisis ekonomi, nilai tukar mata uang Turki lira merosot tajam. Hingga Jumat (10/8) lalu, posisi lira merosot 15,88% ke level 6,4323 per dollar Amerika Serikat (AS). Dihitung sejak awal tahun, lira telah melemah 42% terhadap dollar AS.
Sebagai sesama mata uang emerging market, depresiasi mendalam yang dialami lira berpotensi ikut menyeret rupiah. Apalagi, nilai tukar mata uang rupiah sendiri masih belum begitu stabil lantaran beberapa sentimen domestik maupun eksternal yang menyelimuti.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail menjelaskan, indeks MSCI emerging market sudah turun sekitar 1,2% dalam sehari pada Jumat akhir pekan lalu. Sementara, cukup banyak saham dalam negeri yang menempati indeks tersebut. "Net foreign sell di pasar saham domestik sepertinya akan mulai terjadi besok," kata Mikail, Minggu (12/8).
Di pasar obligasi, minat investor asing juga berpotensi mengendur. Akhir pekan lalu, yield US Treasury bertenor 10 tahun turun 1,8% menjadi 2,87%. Sementara, indeks dollar menanjak menembus level 96. "Ini yang akan menekan nilai tukar rupiah di perdagangan besok," ujarnya.
Kendati begitu, Mikail meyakini kurs rupiah tidak akan jatuh begitu dalam lantaran efek jatuhnya lira. Sebab, kondisi fundamental perekonomian Indonesia masih jauh lebih kuat ketimbang Turki meski sama-sama berstatus negara berkembang.
Memang, current account deficit (CAD) Indonesia di kuartal II 2018 yang baru diumumkan melembar menjadi 3% terhadap produk domestik bruto (PDB). Tetapi CAD Turki jauh lebih lebar yakni sekitar 5,5%. Begitu pun dengan defisit anggaran pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) atawa government deficit to GDP Turki mencapai 6%, sedangkan Indonesia hanya 0,75%.
"Dari segi rating obligasi, Turki juga hanya mendapat peringkat BB- (double B minus) dari lembaga S&P. Sementara, rating kita lebih baik yaitu BBB- (triple B minus)," kata Mikail.
Ia tak menampik, besok Senin (13/8), kurs rupiah sangat mungkin melemah dan bergerak dalam kisaran Rp 14.600 -Rp 14.700 per dollar AS. Namun, jika Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi, ada peluang rupiah tetap terjaga di area Rp 14.500 per dollar AS.
Setali tiga uang, ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksikan kurs rupiah akan mengalami tekanan pada perdagangan besok.
Sentimen negatif domestik dari kondisi defisit transaksi berjalan yang melebar, ditambah dengan tekanan regional, menurut Josua, membawa nilai non deliverable forward (NDF) rupiah akhir pekan lalu mendekati Rp 14.600.
Namun, Josua meyakini BI akan mengantisipasi pelemahan rupiah dengan aksi stabilisasi dan intervensi di pasar valas maupun pasar obligasi. "Untuk besok prediksinya rupiah bergerak dalam rentang Rp 14.475 - Rp 14.575 per dollar AS," kata Josua, Minggu (12/8).
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: Nilai tukar rupiah berpotensi kena imbas efek domino depresiasi lira