TRIBUNNEWS.COM - Pengamat peternakan Universitas Padjadjaran Rochadi Tawaf menekankan perlu ada peraturan yang mengatur rasio impor bahan baku susu setelah Kementerian Pertanian (Kementan) menghapus kewajiban Industri Pengolahan Susu (IPS) menyerap Susu Segar Dalam Negeri (SSDN).
Baca: SPK Toyota di Gelaran GIIAS Turun 15 Persen, Avanza Masih Paling Dominan
"Pemerintah perlu melihat konsekuensi dihapusnya kewajiban tersebut. Harus ada rasio antara penggunaan bahan baku dalam negeri dengan bahan baku yang diimpor. Untuk itu perlu regulasi yang kuat setingkat Peraturan Presiden (Perpres) untuk membereskan ini," kata Rochadi dalam keterangan yang diterima.
Ia khawatir jika pemerintah tidak memperhatikan efek dihapusnya kewajiban serap dan bermitra ini, nasib peternak sapi perah lokal akan makin terabaikan. "Menghilangkan kewajiban jelas suatu kemunduran. Bukti bahwa Kementan tidak bisa menyelesaikan urusan susu sendiri dan butuh regulasi yang lebih kuat," katanya.
Dengan kondisi produksi susu dalam negeri saat ini, rasio 60 persen bahan baku diimpor dan 40 persen dari dalam negeri cukup seimbang jika memang diatur dalam Perpres. "Susu juga harus jadi komoditas prioritas dan supaya diserap industri, perlu diwajibkan sebagai konsumsi usia sekolah," kata Rochadi yang juga Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI).
Kementan melakukan perubahan terhadap Permentan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu menjadi Permentan 30 Tahun 2018. Perubahan yang paling krusial adalah menghilangkan kewajiban pelaku usaha untuk menyerap susu dan bermitra dengan peternak lokal.
Permentan 30 Tahun 2018 ini juga mengalami perubahan menjadi Permentan 33 Tahun 2018 yang menghilangkan sanksi jika pelaku usaha tidak melakukan pemanfaatan susu dan kemitraan dengan peternak.