TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Krisis ekonomi dan keuangan di Turki melahirkan kekhawatiran terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia. Meski nilai perdagangan Turki dan Indonesia relatif mungil, tetap saja perkembangan global harus jadi perhatian investor.
Head of Research PT Reliance Sekuritas Indonesia (RELI) Lanjar Nafi mengatakan, imbas dari krisis Turki, terjadinya kekhawatiran ketertarikan investor global pada aset berisiko negara berkembang, seiring peningkatan suku bunga di AS dan Dolar AS yang lebih kuat.
Sehingga mempercepat pergerakan modal asing yang keluar dari pasar negara berkembang dan menaikan yield yang lebih tinggi ke relatif lebih aman di pasar negara maju.
Dijelaskan Lanjar, Indonesia salah satu negara berkembang yang mengalami defisit neraca pembayaran seperti India dan Filipina dengan data terakhir melebar ke level tertinggi dalam empat tahun terakhir.
Defisit neraca pembayaran ini tergantung pada aliran masuk asing untuk membiayai kebutuhan impor sehingga menambah spekulasi pada penurunan arus keluar asing yang tajam.
“Investor asing memiliki hampir 40 persen dari obligasi pemerintah Indonesia, merupakan tertinggi dari pasar negara berkembang di Asia. Ditambah pemerintah menjalankan defisit anggaran yang berarti perlu meminjam untuk membiayai pengeluaran,” ucap dia, Kamis (16/8/2018).
Agar dampak kerawanan ekonomi global tidak melebar, ia menyarankan pemerintah lebih agresif lagi dalam melakukan kebijakan moneter seperti Intervensi Rupiah, menyesuaikan suku bunga, mengurangi impor dan menggenjot ekspor.
Di tengah kerawanan ekonomi global, investor lebih berhati-hati dan ketat dalam aset beresikonya dengan cara melakukan pembatasan kerugian jika sewaktu-waktu terjadi shock pada pergerakan saham, sehingga dapat membeli kembali disaat mulai rebound.
Investor juga harus lebih sabar, mengambil langkah hindari penjualan secara panik dan investasikan pada saham-saham yang berfundamental atau kinerja keuangan tengah semester.
Adapun dalam hal portofolio, harus terus kembali disesuaikan pada porsi saham-saham yang memiliki tingkat sensitivitas dengan rupiah dan kebijakan moneter, hingga yang memiliki kinerja tengah tahun ini cukup baik. Tambah komposisi saham-saham untuk trading short to mid term dan kurangi komposisi saham-saham untuk long term.
Ia menambahkan, pelemahan rupiah akan berpengaruh signifikan pada investor asing karena mereka akan mengkalkulasi kembali aset yang berada di Indonesia setelah di konversi ke dolar AS jika ada kerugian. Investor asing akan merealisasikan aset dalam rupiahnya kembali ke dolar AS guna melindungi nilai aset mereka.
Dampak pada investor domestik pun akan terasa pada derasnya aksi jual investor asing berpeluang besar menurunkan harga saham dan mengurangi return investor. Dari sisi emiten, pelemahan rupiah menjadi faktor negatif pada emiten yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS dan Impor bahan baku yang otomatis akan menaikkan beban operasional perusahaan.
Terakhir, investor harus mencermati, berita-berita sentimen ekonomi global maupun dalam negeri. bersikap tenang tidak panic selling. Lalu, kurangi aset yang penuh spekulasi seperti saham-saham yang tidak berfundamental baik. Juga, selalu perhatikan batasan kerugian jika analisanya tidak sesuai ekspektasi, karena faktor-faktor seperti ini yang dinamakan Faktor X bisa terjadi kapan saja.