Laporan Reporter Kontan, Dikky Setiawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merujuk data produksi beras Kementerian Pertanian, produksi beras di Indonesia sudah surplus alias berlebih memenuhi kebutuhan konsumsi domestik. Sayangnya, validitas data produksi beras dari Kementerian Pertanian menjadi pertanyaan. Ternyata impor beras masih dibutuhkan untuk menambal kebutuhan masyarakat.
Ironisnya, impor beras bisanya diputuskan pada rapat yang juga mengikutsertakan Bulog dan menteri pertanian yang selalu menyatakan produksi beras surplus.
Pengamat pertanian Khudori menuturkan, selain tidak ada data pembanding dari instansi lain terkait produksi beras, benturan kepentingan dari data yang dihasilkan juga sangat tinggi. Di mana lembaga yang memproduksi data dan yang menggunakannya tidak lain adalah Kementerian Pertanian sendiri.
“Surplus kita besar cuma ya tadi, validitasnya diragukan. Conflict of interest-nya tinggi sekali. Kan yang produksi data sama penggunanya sama,” ujarnya, Kamis (16/8/2018).
Di samping itu, akademisi ini juga tidak yakin dengan metode perolehan data dari kementerian tersebut. Pasalnya untuk jumlah luasan lahan, tidak ada penghitungan secara riil alias hanya perkiraan.
Baca: Asyik, Naik Transjakarta Gratis Selama Delapan Hari Berlaku Mulai Hari Ini
“Pengumpulan datanya memang bukan survei lapangan. Itu tadi perkiraan-perkiraan. Untuk luas panen bukan survei lapangan,” kata Khudori.
Padahal, luas panen sangat menentukan seberapa besar produksi. Di mana total produksi diperoleh dari perkalian antara luas panen dengan produktivitas.
Menurut data yang diperoleh dari citra satelit, luas lahan sawah di Indonesia bahkan hanya di angka 7,7 juta hektare.
Tapi, data Kementan berkata beda. Pada akhir 2016, luas lahan sawah tercatat sebesar 12,97 juta hektare.
Baca: Asyik, Naik Transjakarta Gratis Selama Delapan Hari Berlaku Mulai Hari Ini
Khudori mengingatkan, soal impor beras memang tidak bisa hanya mengacu pada produksi beras.
Ada masalah lain, yakni penyerapan Bulog yang tidak bisa optimal dikarenakan memang masih rendahnya harga pokok pembelian yang diterapkan pemerintah.
“Problem utama terkait impor beras adalah kemampuan Bulog menyerap beras atau gabah hasil produksi dalam negeri,” paparnya.
Apalagi, produksi hingga tahun ini, diperkirakan Khudori, akan mengalami gagal panen yang lebih besar dibandingkan tahun kemarin. Musim kemarau yang lebih panjang di 2018 menjadi penyebabnya. “Di berita-berita kan sudah banyak kegagalan panen di daerah-daerah. Cuma masih sporadis, bukan skala nasional,” imbuh pengamat ini.