TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertamina disarankan mencari partner perusahaan migas lain untuk mengembangkan Blok Rokan demi menjaga produksi.
Pertamina akan menjadi pengelola Blok Rokan selama 20 tahun ke depan pasca keputusan Pemerintah pada 31 Juli 2018 lalu yang menyerahkan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina setelah kontrak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) berakhir tahun 2021.
Pertamina dipercaya mengelola blok tersebut setelah Pertamina berani memberikan signature bonus sebesar USD $ 784 juta, komitmen kerja pasti sebesar USD $500 juta,potensi pendapatan negara sebesar USD $ 20 Milyar dan diskresi tambahan split sebesar 8% atas dasar rata-rata produksi 220.000 BOPD dengan cadangan produksi 500 juta - 1,5 milyar barel.
“Kami menyambut baik pengumuman ini dan mengapresiasi Kementrian ESDM karena dengan hal ini jelas membuktikan bahwa pemerintahaan saat ini tidak pro asing dan tetap mengutamakan BUMN. Stigma bahwa pemerintah pro asing sudah terpatahkan,” sebut Mamit Setiawan, Direktur
Executive Energy Watch dalam keterangan pers tertulisnya kepada Tribunnews, Jumat (24/8/2018).
Mamit menyatakan, dengan dimumumkan pengelola baru Blok Rokan, Pertamina punya waktu yang lebih lama untuk mempersiapkan diri mengelola blok migas tersebut.
"Jangan sampai mereka mengalami hal sama saat peralihan Blok Mahakam dari Total kepada Pertamina
dimana produksinya langsung turun tidak sesuai dengan target," kata dia.
Padahal, sudah ada peralihan selama 1 tahun sebelum dari sebelum kontrak habis. Tahun 2017 produksi Blok Mahakam sebesar 1.200 mmscfd. Saat ini produksi gas di Blok Mahakam 957 mmscfd dari target
1.008 mmscfd dan minyak sebesar 43.000 BOPD dari target 46.000 BOPD.
Untuk mengelola Blok Rokan, biaya yang dibutuhkan sebesar 1.4 miliar dolar AS per tahun.
“Biaya untuk mengelola Blok Rokan tidak sedikit. Pertamina harus segera bergerak mencari partner untuk share down dalam pengelolaan Blok Rokan,” sarannya.
Baca: Tersengat Kasus Suap Proyek Listrik, Pagi Tadi Idrus Marham Temui Jokowi Sebelum Putuskan Mundur
Mamit juga menyatakan share down saham melalui mekanisme farm in & farm out bukan hal yang terlarang dalam industri hulu migas karena melalui skema ini Pertamina bisa berbagi resiko dengan partnernya.
“Proses pemilihan partner kita serahkan kepada Pertamina untuk mencari yang terbaik dan memang mempunyai pengalaman dalam mengelola industry hulu migas," kata dia.
Yang penting, calon partner tersebut harus mempunyai dana yang cukup serta teknologi memadai untuk mengelola Blok Rokan.
Mereka tidak harus berpartner dengan kontraktor eksisting saat ini yaitu Chevron Pacific Indonesia (CPI).
"Biarkan proses berlangsung Bisnis to Bisnis dengan transparan sehingga tidak menimbulkan kecurigaan di masyarakat," ungkapnya.