TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Volatilitas nilai tukar valas pekan ini diperkirakan akan terjadi terhadap mata uang Lira Turki setelah pasar Turki kembali buka pasca libur satu pekan.
Jameel Ahmad, Global Head of Currency Strategy & Market Research FXTM dalam laporan analisanya hari ini seperti disampaikan kepada Tribunnews, Selasa (28/8/2018) menduga, Lira akan tetap tertekan selama beberapa waktu mendatang.
Pemicunya, kata dia, masalah struktural yang sama yang membuat trader menghindari aset Turki masih belum teratasi.
"Kekhawatiran mengenai ekonomi yang overheating, defisit transaksi berjalan yang semakin melebar, konflik dalam keindependenan pusat, dan lonjakan tekanan inflasi membuat investor tidak berminat membeli Lira," ungkap Jameel Ahmad.
Jameel menyebutkan, Rand Afrika Selatan adalah mata uang lain yang akan dipantau trader.
Rand sebelumnya tampak sensitif tertular anjloknya Lira Turki di awal bulan ini, sebelum Rand akhirnya menyerah terhadap tekanan jual lebih lanjut belum lama ini.
Trader khawatir Afrika Selatan dapat menjadi negara berikutnya yang menghadapi keganasan Presiden Trump.
Baca: Auto2000 Kini Sediakan Fasilitas Uji Emisi Kendaraan
Presiden Donald Trump belum lama ini membuat tweet mengenai salah satu isu paling sensitif di era pasca-apartheid, yaitu reformasi lahan.
Cuiten Trump di Twitter awalnya memicu kekhawatiran bahwa Afrika Selatan akan menjadi negara berikutnya yang menjadi sorotan karena perhatian Presiden Trump, setelah Turki, Iran, Rusia, China, dan Korea Utara menjadi bidikan dalam beberapa bulan terakhir.
Dolar AS
Jameel menambahkan, ada sentimen bervariasi terhadap dolar AS pada awal pekan perdagangan ini.
Rupiah menguat mendekati 0.20% di hari Senin. Peningkatan Rupiah menyebar ke wilayah sekitar, Baht Thailand dan Ringgit Malaysia juga menguat.
Baca: Vespa Kenalkan Primavera Yacht Club Versi 150 CC, Harga Jualnya Rp 42 Juta
Meninjau rilis ekonomi Indonesia pekan ini, volume diperkirakan rendah dan ini menyiratkan bahwa tren Rupiah akan diarahkan oleh performa Dolar di sepanjang pekan ini.
"Dolar sedikit menguat terhadap Euro, Pound, dan Dolar Australia. Mata uang AS ini secara umum menguat terhadap mata uang Eropa, Timur Tengah, dan Afrika di saat semua perhatian tertuju pada Lira ketika pasar Turki kembali buka pasca libur satu pekan penuh," ungkapnya.
Performa Dolar jauh lebih tidak konsisten di Asia Pasifik. Mata uang Asia yang melemah hanyalah Dolar Singapura, Rupee India, dan Yuan China di hari Senin. Won Korea, Rupiah Indonesia, Ringgit Malaysia, dan Baht Thailand menguat.
"Ini mungkin terkait dengan ekspektasi pasca pidato Jerome Powell di Jackson Hole bahwa laju pengetatan moneter Federal Reserve tahun depan tidak akan sama seperti jumlah kenaikan suku bunga di tahun 2018," kata dia.