TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menyambut positif PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) sebagai holding BUMN tambang
menandatangani Sales and Purchase Agreement dengan Freeport McMoran selaku induk usaha PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kementerian ESDM, Kamis (27/9/2018).
Dengan ditandatanganinya SPA ini maka Inalum resmi memiliki 51 persen saham Freeport Indonesia.
"Positif karena akhirnya dengan penandatanganan SPA maka PT FI menjadi milik Indonesia yang diwakili oleh PT Inalum secara sah," ujar Hikmahanto Juwana kepada Tribunnews.com, Kamis (27/9/2019).
Baca: Akhirnya Pemerintah Indonesia Resmi Miliki 51 Persen Saham Freeport Indonesia
PT Inalum (Persero) sebagai holding BUMN tambang sore ini akan menandatangani Sales & Purchase Agreement (SPA) antara PT Inalum, PT Freeport-McMoRan Inc dan PT Rio Tinto Indonesia.
Terpenting juga, menurut dia, dengan SPA ini maka tidak ada lagi dualisme anatara IUPK dan Kontrak Karya.
"KK Freeport dengan adanya divestasi telah secara pasti dan sah tidak dikenal," jelasnya.
Namun demikian kata dia, perlu diperhatikan sejumlah hal.
Pertama terkait dengan harga saham. Bila Kementerian ESDM akan memberikan perpanjangan hingga 2031 utk PT FI maka harga saham tidak seharusnya harga 2041.
Bila ini terjadi bisa saja dianggap telah terjadi kerugian negara. Ini dapat berdampak pada masuknya transaksi ini ke Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
Kedua terkait dengan kewajiban pembangunan Smelter dan masalah lingkungan pasca penandatanganan SPA harus tetap menjadi beban dari Freeport McMoran mengingat masalah tersebut telah ada sebelum PT Inalum menjadi pemegang saham.
Ketiga dalam perjanjian antar pemegang saham (shareholder agreement) harus ada ketentuan yang menentukan PT Inalum tidak akan pernah terdilusi kepemilikan 51% sahamnya meski pada saat adanya peningkatan modal PT Inalum tidak mengambil bagian.
Keempat pasca PT FI dimiliki secara mayoritas oleh PT Inalum maka PT FI wajib bersedia untuk diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan secara menyeluruh layaknya anak perusahaan BUMN.
Terakhir dalam perjanjian antar pemegang saham keputusan harus diambil berdasarkan suara terbanyak sederhana (51%) baik pada tingkat RUPS, Dekom maupun Direksi.
Dengan kesepakatan sore ini, Indonesia resmi memiliki 51 persen saham PTFI atau menjadi pemegang saham mayoritas.