TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar jenis premium dibatalkan tak lama setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengumumkan kenaikan harga.
Saat itu, Jonan menyebut harga premium akan naik mulai Rabu (10/10/2018) pukul 18.00 WIB. Kemudian, beredar kabar bahwa pemerintah batal naikkan harga premium dan telah diamini sendiri oleh Kementerian ESDM.
Hal ini disebabkan Presiden Joko Widodo tak setuju jika harga Premium dinaikkan saat ini.
Sikap pemerintah yang tak sinkron itu menimbulkan tanda tanya besar, ada masalah apa di internal pemerintah?
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, sikap yang tak konsisten itu justru menjadikan blunder bagi pemerintahan itu sendiri.
"Kelihatannya ada permasalahan yang belum selesai di internal pemerintah terkait dengan koordinasi apakah bisa jadi blunder di pemerintah dengan menaikkan harga premium," ujar Bhima kepada Kompas.com, Kamis (11/10/2018).
Bhima menilai kenaikan Premium bisa menjadi buah simalakama. Di satu sisi, anggaran subsidi sudah terlalu membebani pemerintah sehingga harus naik harganya.
Di sisi lain, kenaikan BBM akan menjadi titik lemah bagi pemerintahan saat ini, khususnya Jokowi yang mengikuti konstetasi politik Pilpres 2019. Mau tak mau, pemerintah mempertahankan kebijakan populisnya.
Permasalahan itu, kata Bhima, nampaknya belum dibahas matang-matang di internal pemerintah soal dampak jangka pendek maupun panjangnya.
"Kalau belum selesai di internal pemerintah, maka statement yang keluar akan sangat blunder," kata Bhima.
"Sebaiknya Pemerintah kurangilah blunder itu karena menciptakan ketidakpastian terhadap regulasi, terhadap iklim investasi," lanjut dia.
Di tambah lagi, Jonan menyampaikan soal kenaikan harga premium dalam acara pertemuan tahunan International Monetary Fund-World Bank Group di Bali. Di sana, banyak delegasi negara lain yang ikut menyaksikan, berikut pelaku usaha dan juga media asing.
Menurut Bhima, hal ini menjadi sentimen yang tak baik bagi Indonesia. Para investor jadi berpikir ulang untuk masuk ke sektor migas. Jika ingin mengambil kebijakan tidak populis seperti menaikkan harga BBM, sebaiknya dipertimbangkan dulu bagaimana memitigasinya.
"Misal ke daya beli masyarakat, kepada inflasi, kepada kenaikan biaya transportasi, kepada pertumbuhan ekonomi juga. Efek ke sana harus dipikirkan," kata Bhima.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Konsisten Soal Kenaikan Harga Premium jadi Blunder Pemerintah"