Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai berdampak pada industri alat kesehatan di Indonesia.
Ketua Gabungan Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia, H Sugihadi mengungkapkan, ada ketedikseimbangan koefisiensi harga pada sistem e-katalog di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Ia menerangkan, selama ini asosiasi menjual produk alkes untuk fasilitas kesehatan milik swasta dan pemerintah.
Untuk transaksi bersama swasta, pelemahan kurs rumiah tidak memberi efek signifikan karena harga jual mengikuti dinamika dolar AS. Lain halnya dengan transaksi dengan pihak pemerintah.
"Di faskes pemerintah, harga jual itu sesuai yang tertera di e-katalog dalam kesepakatan awal," kata Sugihadi dalam forum diskusi "New Indonesian Goverment Policies in Medical Technology Business Sector di JW Marriot, Jakarta, Selasa (16/10/2018).
Baca: Billy Sindoro Dua Kali Terlibat Suap, KPK Pertimbangkan Hukuman Maksimal
"Jadi misalnya, harga jual saat itu dolar masih Rp 13.000. Maka, ketika (faskes) membeli produk yang sama pada saat ini dengan dollar di atas Rp 15.000, harganya tetap yang tertera di kesepakatan awal yang ada di e-catalog," jelas dia.
Ia menyarankan perlunya negosiasi antara pemerintah dan penyedia alkes ketika kurs dolar melambung.
Hal ini dikarenakan pelaku usaha mengimpor produk dalam dolar, namun menjualnya dalam rupiah.
"Apalagi margin laba produk askes itu tidak besar, hanya berkisar 10-15 persen," kata dia.
Gakeslab Indonesia adalah asosiasi pengusaha Alat Kesehatan dan Laboratorium yang diakui oleh pemerintah berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No.216/SK/IX/1977 dan SK Kemenkuham Nomor: AHU-0000875.AH.01.07. tahun 2017.
Asosiasi ini beranggotakan 31 pengurus daerah dan terdiri dari total 411 perusahaan pemegang Ijin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) di seluruh Indonesia, yang memainkan peranan penting guna
menjembatani pemerintah dengan pengusaha Alkes.