News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ini Catatan Ekonom Indef Soal Kinerja 4 Tahun Jokowi – JK

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerjanya ke Semarang, Jawa Tengah, menyempatkan diri untuk berkunjung ke Pondok Pesantren Girikesumo, di Desa Banyumeneng, Kabupaten Demak.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik

TRIBUNEWS.COM, JAKARTA – Ekonom Ekonom Insitute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, Empat tahun pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla.

Bhima menilai, untuk mengevaluasi capaian Pemerintah di bidang ekonomi dasarnya adalah RPJMN 2015-2019 yang diturunkan dari Nawacita. Menurutnya, hampir sebagian besar target ekonomi tidak tercapai, kecuali inflasi yang relatif lebih terkendali.

Pemerintah, kata Bhima, pada awalnya terlalu overshoot dengan mengesampingkan fakta bahwa ekonomi Indonesia sangat bergantung pada harga komoditas.

Baru di ujung 2017 harga minyak kembali naik, sayangnya kali ini tidak diikuti oleh harga-harga komoditas unggulan misalnya sawit dan karet.

Penyebab stagnasi pertumbuhan ekonomi juga karena industri manufakturnya terus menurun porsi terhadap PDB.

Di kuartal II 2018 bahkan sempat dibawah 20 persen, ini cukup menghawatirkan karena industri manufaktur menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, dan efek penggandanya tinggi ke sektor lainnya.

“Di era Jokowi, kita terlalu cepat loncat ke sektor jasa, meninggalkan industri yang makin turun. Artinya poin produktivitas dan daya saing masih menjadi pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh tim ekonomi Jokowi,” ungkap Bhima kepada Tribunnews.com, Senin (22/10/2018).

Dalam Indeks Daya Saing Global terbaru 2018, posisi Indonesia ada di 45. Dibandingkan Negara tetangga asean malaysia menduduki posisi 25 teratas, thailand 38, dan singapura peringkat 2. Sementara, daya saing di pasar internasional juga bisa dibandingkan dari target pertumbuhan ekspor nonmigas RPJMN yakni 14,3 persen di 2019.

“Realisasinya Januari hingga September 2018 baru tumbuh 9,29 persen. Untuk mencapai 14 persen butuh kerja ekstra, ditengah proteksi dagang yang dilakukan negara mitra seperti India dan AS. Jadi targetnya masih overshoot,” kata Bhima.

Indikator lain adalah nilai tukar target RPJMN 12.000 per USD tahun 2019. Realisasinya saat ini menyentuh 15.200, dan pelemahan rupiah tahun depan diperkirakan akan kembali berlanjut.

Baca: Dicekal, Ahmad Dhani Batal ke Yerusalem

“Ada peran faktor eksternal seperti perang dagang, kenaikan suku bunga The Fed, dan instabilitas geopolitik. Tapi secara fundamental memang ada hal yang harus jadi evaluasi. defisit transaksi berjalannya berada di 3% pada Q2 2018 sehingga makin bergantung pada pembiayaan portfolio asing untuk mencukupi kebutuhan valas,” imbuhnya.

Inflasi Terkendali

Bhima menilai, indikator inflasi patut diapresiasi, meskipun disumbang juga oleh turunnya harga minyak dalam 3 tahun pertama Jokowi JK.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini