TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persaingan bisnis di industri pembiayaan kini semakin ketat. Tidak lagi hanya kompetisi melibatkan perusahaan pembiayaan atau entitas sejenis, tetapi sudah melibatkan pula perusahaan financial technology (fintech) yang saat ini agresif menawarkan pinjaman multiguna kepada konsumen.
Mengantisipasi hal tersebut, Radana Finance memperkuat struktur permodalannya untuk mendukung ekspansi bisnis.
Baru-baru ini, perusahaan pembiayaan ini mendapatkan suntikan modal baru dari PT Tiara Marga Trakindo (TMT), perusahaan induk yang menjadi pemegang saham mayoritas di Radana Finance senilai Rp 507 miliar.
Direktur Utama Radana Finance Evy Indahwaty di sela acara Public Expose dan CSR di Kantor Pusat Radana Finance DI The Blugreen Boutique Office, Kedoya, Jakarta, Selasa (27/11/2018) mengatakan, suntikan modal baru ini akan membantu memperkuat likuiditas perseroan sekaligus memperbaiki tingkat kesehatan keuangan perseroan.
Fresh funding senilai total Rp 507 miliar ini disalurkan PT Tiara Marga Trakindo kepada Radana Finance melalui dua skema.
Baca: Konser di Jakarta Mei Nanti, Ed Sheeran Akan Ditawari Menu Rendang Sampai Nasi Goreng
Yaitu, skema cessie sebesar Rp 372 miliar untuk memperbaiki tingkat kesehatan keuangan perseroan, dan skema subordinate loan senilai Rp 135 miliar untuk memperkuat likuiditas perseroan.
"Perseroan juga telah melakukan langkah-langkah perbaikan berupa restrukturisasi bisnis, restrukturisasi organisasi, dan restrukturisasi operasi demi memperkuat pondasi bisnis yang lebih baik di tahun 2019 dan seterusnya.
"Proses restrukturisasi tersebut dilakukan [erseroan dengan dibantu oleh BAIN Consultant," ungkap Evy Indahwaty.
Baca: Alasan Titi Kamal Enggan Main di Film Horor
Evy Indahwaty menjelaskan, selain menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan munculnya perusahaan fintech, industri pembiayaan juga menghadapi tantangan diversifikasi dan pergeseran arah bisnis.
"Perseroan kini mulai lebih focus kepada pembiayaan produk-produk multiguna, namun belum mencapai komposisi portofolio produk yang paling optimal, sehingga biaya operasional perseroan meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya," jelas Evy Indahwaty.
Perseroan saat ini juga menghadapi tantangan shifting produk oleh Perseroan yang memerlukan pengembangan di bidang infrastruktur, baik infrastruktur teknologi informasi maupun sumber daya manusia yang lebih sesuai dengan karakteristik pembiayaan produk-produk multiguna.
Evy Indahwaty juga memaparkan, sepanjang Tahun 2018 situasi dan kondisi industry multifinance cenderung semakin berat sejak munculnya beberapa kasus perusahaan multifinance yang gagal bayar atas kewajibannya terhadap kreditur.
"Kondisi ini menyebabkan perbankan menjadi jauh lebih berhati-hati di dalam menyalurkan pendanaan baru ke multifinance," ungkap Evy Indahwaty.
Dia menambahkan, Radana Finance seabgai perusahaan multifinance yang tidak memilki afiliasi dengan perbankan juga terkena dampak langsung atas kesulitan sumber pendanaan tersebut sehingga selama tahun 2018 ini realisasi pendanaan yang bisa disalurkan kepada konsumen jauh menurun jika dibandingkan dengan realisasi pendanaan tahun 2017.
Yakni dari rata-rata sebesar Rp 2 triliun - Rp 2,4 triliun per tahun menjadi sebesar Rp 750 miliar di tahun 2018.
"Kondisi demikian menyebabkan profitability Perseroan menurun cukup signifikan di bandingkan dengan tahun sebelumnya," sebut Evy Indahwaty.