TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah belum lama ini mencabut aturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi korban tindak pidana yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Tak hanya korban pidana, layanan BPJS Kesehatan juga tidak berlaku bagi korban penganiayaan, kekerasan seksual, terorisme, dan perdagangan orang.
Menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Maruf dengan pencabutan tersebut maka regulasi BPJS Kesehatan jadi lebih jelas. Hal ini mengingat bahwa memang beberapa hal tersebut tertera dalam kontrak kepesertaan yang tidak dikaver.
"Ya, kalau sekarang dengan ditegaskan aturannya seperti itu, kan menjadi lebih real. Di dalam kontrak disebutkan juga hal-hal yang memang tidak bisa di jamin oleh BPJS," kata Iqbal kepada Kontan.co.id, Selasa (8/1).
Iqbal menyebutkan bahwa sebelumnya aturan yang menjamin korban pidana untuk mendapatkan biaya kesehatan sudah diatur dalam aturan yang berbeda.
Baca: Kubu Prabowo Ungkit Jokowi Tanyakan Ini Ke Prabowo saat Debat Capres 2014
Ia mencontohkan untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga sudah ada PMK (Peraturan Menteri Kesehatan) untuk tanggunan pada korban. Sehingga hal ini bukan lagi menjadi tanggungan BPJS Kesehatan.
"Kalau kemarin itu diatur dalam aturan yang berbeda. Contohnya kekerasan pada perempuan dalam kasus rumah tanggan sudah ada undang-undangnya. Kan disana sudah disebutkan pembiayaan ditanggu oleh negara," ungkapnya.
Aturan yang sebelumnya dinilai tidak tegas membuat persepsi keliru terkait pencabutan aturan ini. Sehingga hal ini disebut perlu diluruskan agar tidak menimbulkan salah tafsir.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: BPJS Kesehatan sebut layanan bagi korban tindak pidana memang tidak ditanggung