News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ekonom: Semua Negara Impor Pangan Demi Stabilitas Harga

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu impor pangan yang muncul saat debat calon presiden ditanggapi oleh pengamat ekonomi. Sebuah negara bisa disebut swasembada pangan mesku masih impor.

Impor sendiri mestinya mulai dianggap sebagai hal yang wajar dilakukan tiap negara di dunia lebih ke arah pertimbangan stabilitas harga.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin mengungkapkan berdasarkan ketetapan Food and Agriculture (FAO), sebuah negara dicap swasembada jika memiliki hasil produksi minimal 80 persen dari total kebutuhan.

Jika menilik data produksi beras yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik yang mencapai 32,4 juta ton dengan perbandingan konsumsi 29,5 juta ton, Indonesia sudah surplus hampir 3 juta ton.

“Jika melihat itu, Indonesia sekarang swasembada,” ujar Bustanul.

Baca: Tinggalkan Pesawat Kepresidenan Mewah, Presiden Meksiko Pilih Naik Pesawat Komersil

Sementara itu, ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal menegaskan, keberadaan impor bukanlah sesuatu yang haram. Pasalnya, tiap negara melakukan kegiatan perdagangan internasional yang satu ini.

“Impor itu kan bukan hal yang tabu. Semua negara pasti impor. Tidak ada negara yang tidak impor karena memang ini kan mekanisme supply and demand saja,” ungkapnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (18/2).

Menurutnya, impor pangan di Indonesia juga bukanlah suatu masalah. Hanya saja memang perlu dilakukan manajemen data terkait adanya perbedaan data antara Kementerian Pertanian dan BPS yang selama ini memang selalu menjadi ajang perdebatan.

Kalaupun memang saat ini didapati saat ini ada data surplus hampir mencapai 3 juta ton pada produksi 2018, pada kenyataannya harga komoditas khususnya beras cukup berfluktuatif.

Itulah yang menurutnya pemerintah tidak bisa disalahkan. Pasalnya impor dilakukan untuk mencegah kenaikan harga yang lebih tajam

Kalau memang kalau katanya surplus, seharusnya harga sudah bisa stabil dengan sendirinya kalau memang logistik surplus itu bisa didistribusikan dengan baik. Permasalahannya mungkin pada akhirnya kita bicara mengenai ongkos logistik yang mahal,” tuturnya lagi.

Bahkan apabila impor beras dalam hal ini tidak dilakukan, kenaikan harga untuk komoditas ini dapat kembali terjadi ke depan.

"Karena harga itu salah satu indikator kelangkaan,” ujarnya.

Di tempat terisah, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan impor pangan bukan terjadi baru-baru ini saja. Harus diakui memang semenjak tahun 1960, Indonesia sudah melakukan impor unutk beras.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini