TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Atas bimbingan para dosen pengajar, sejumlah mahasiswa Universitas Budi Luhur Jakarta sukses mengembangkan budidaya ikan sidat atau biasa dikenal dengan sebutan belut unagi dan berhasil menembus pasar ekspor.
Budidaya ikan sidat skala produksi ini dikembangkan berupa Kolam Pelatihan Budidaya Ikan Sidat di sebuah kolam terpadu milik perguruan tinggi swasta ini yang berlokasi di kawasan Gunung Bunder, Bogor.
Kompleks budidaya ikan sidat ini kini juga menjelma menjadi salah satu unit bisnis pendukung Universitas Budi Luhur dan dikelola di bawah bendera perusahaan PT Luhur Kasih Sakti.
Mencoba melihat dari dekat kisah sukses budidaya unagi ini, rombongan Pemerintah Kota Palopo, Sulawesi Selatan, meninjau dari dekat proses budidaya ini langsung ke lokasi, Kamis (7/3/2019).
Rombongan Pemerintah Kota Palopo yang datang terdiri dari Walikota Palopo HM Judas Amir, Kepala BAPPEDA, Kepala Dinas Perikanan, Dinas Perdagangan. Lewat kegiatan ini mereka ingin mempelajari lebih dekat proses budidaya, pengolahan dan pemasaran ikan sidat.
Ketua Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti, Kasih Hanggoro, MBA mengatakan, PT Luhur Kasih Sakti saat ini menjelma menjadi perusahaan penghasil ikan sidat yang berorientasi ekspor.
Ikan sidat dalam bahasa Jepang disebut dengan nama Unagi. Unagi bukanlah makanan biasa karena termasuk makanan mahal karena disajikan di restoran-restoran Jepang karena kandungan gizinya yang tinggi.
Menurut artikel yang ditulis Suitha, 2008, kandungan gizi ikan sidat terdiri dari daging ikan sidat dengan kandungan vitamin A 4.700 IU/100 g, kandungan Omega 3/EPA 1.337 mg/100 gram, dan kandungan Omega 9/DHA 742 mg per 100 gram.
Sementara, hati ikan sidat memiliki kandungan vitamin A 15.000 IU/100 gram.
Anggoro mengatakan, kebutuhan dunia terhadap pasokan ikan sidat saat ini mencapai 300.000 ton dengan 40 persen diantaranya kebutuhan tersebut berasal dari Jepang. Negara lain yang membutuhkan suplai ikan sidat adalah Taiwan, Cina, Korea Selatan, Australia, New Zealand. Sedangkan jumlah produksi ikan sidat Indonesia masih kurang dari 1 persen.
Baca: Rina Gunawan Makin Eksis di Bisnis Wedding dan Event Organizer, Apa Rahasianya?
"Beberapa supermarket besar di Jakarta membutuhkan ikan sidat 3 ton per bulan, dan baru terpenuhi 10%. Bila peluang ini digarap, akan dapat meningkatkan penghasilan masyarakat," ungkap Kasih Hanggoro.
Selain hasil budidayanya digunakan untuk mendukung pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di kampus, Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti membudidayakan ikan sidat untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani ikan sidat melalui pendidikan dan pelatihan.
Selain itu juga lewat kampanye makan ikan yang mendukung peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat luas.
"Karenanya Universitas Universitas Budi Luhur mengemasnya dalam kegiatan Pengabdian Masyarakat yang merupakan salah satu unsur Tridharma Perguruan Tinggi," sebut Kasih Hanggoro.